JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Direktur Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jamaluddien Malik, didakwa melakukan pemerasan di kementeriannya.
Bersama Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) P2KTrans Ahmad Said Hudri, Jamal didakwa memerintahkan bawahannya mengumpulkan sejumlah yang untuk kepentingan pribadinya. Uang tersebut diperoleh dari potongan pembayaran dan pencairan anggaran untuk kegiatan fiktif.
"Terdakwa memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri," ujar jaksa Mochamad Wiraksajaya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (2/12/2015).
Tak hanya itu, Jamal juga mengancam akan mencopot jabatan bawahannya, memutasi ke satuan kerja yang dapat menghambat kariernya, dan memberikan penilaian yang buruk dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Pegawai Negeri Sipil.
Dalam dakwaan, mulanya Jamal menandatangani Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) pada Ditjen P2KTrans Tahun Anggaran 2013. Setelah itu, dia mengadakan pertemuan dengan sejunlah pejabat eselon dua pada Ditjen P2KTrans.
Jamal juga didakwa meminta masing-masing direktorat dan sekditjen menyetor sejumlah uang kepadanya.
Sebelum pelaksanaan kegiatan dalam POK Ditjen P2KTrans Tahun Anggaran 2013, Jamal meminta Achmad, Sudarso selaku Kepala Bagian Umum dan Kepegawaian pada Setditjen P2KTrans, serta Abdul Hadi selaku Kepala Bagian Keuangan pada Setditjen P2KTrans.
"Terdakwa memerintahkan untuk menyetorkan uang sedikitnya Rp 5 miliar dengan memerintahkan seluruh PPK untuk memotong anggaran tahun 2013 pada masing-masing Direktorat dan Sekretariat pada Ditjen P2KTrans," kata jaksa.
Sudarso dan Syafrudin ditunjuk sebagai pengumpul uang yang disetor pada PPK.
Achmad kemudian menargetkan para PPK untuk menyetorkan uang minimal Rp 3.963.967.860 dengan mengacu pada rekapitulasi mata anggaran yang dapat dilakukan pemotongan. Namun, para PPK keberatan melakukan perintah Jamal.
"Namun, Achmad Said Hudri tetap memaksa dengan mengatakan, 'Untuk itulah kalian diangkat menjadi PPK. Kalau PPK jalannya normal-normal saja, cleaning service juga bisa jadi PPK'," kata Achmad.
Pada Februari 2013, Jamal dan Achmad mengumpulkan para PPK pada Ditjen P2KTrans dan meminta setoran uang. Jamal dan Achmad juga memaksa dan mengancam akan memutasi PPK yang tidak memenuhi perintahnya ke Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) serta memberikan penilaian yang buruk dalam DP3.
Takut dengan ancaman itu, para PPK melakukan apa yang diperintahkan Jamal.
"Akhirnya terkumpul uang yang disetorkan melalui SUDARSO sejumlah Rp 3.238.124.000," kata jaksa.
Pada 2013, para PPK kembali menyetor ke Jamal melalui Syafruddin sebanyak Rp 885.954.000.
Setelah POK pada Ditjen P2KTrans Tahun Anggaran 2014 ditandatangani, Jamal menaikkan target penyetoran uang minimal Rp 5 miliar.
Para PPK kembali keberatan dengan target itu sehingga Achmad menurunkan target uang yang harus disetorkan sejumlah Rp 3.582.774.000.
Demi memenuhi target dari Jamal, Achmad menunjuk Mamik Riyadi menjadi PPK pada Direktorat PTPKT menggantikan Rini Birawaty karena tidak dapat memenuhi target setoran tahun 2013. Namun, Mamik menolak karena harus memotong anggaran.
"Atas penolakan tersebut, Achmad Said Hudri tetap memaksa Mamik Riyadi agar memenuhi perintah terdakwa dengan mengatakan, 'Jika kamu tidak mau melaksanakan apa yang diperintahkan, kamu nanti saya habiskan sekalian'," kata jaksa.
Pada 2014, uang yang terkumpul sebesar Rp 1.380.000.000 sehingga setoran uang yang diterima Jamal pada 2013-2014 adalah sebesar Rp 6.734.078.000 yang diserahkan secara bertahap.
Jaksa mengatakan, uang tersebut digunakan Jamal untuk membiayai kepentingan pribadinya, seperti membiayai pengajian dalam rangka memperingati ulang tahunnya, membiayai acara pengajian rutin, dan uang saku Jamal untuk perjalanan ke luar negeri.
Selain itu, ada juga uang diberikan kepada staf khusus menteri, membayar pembantu di rumah dinasnya, biaya operasional, membayar pajak mobil pribadi, membayar honor sopir pribadi, pembuatan baju, dan tagihan karangan bunga.
Atas perbuatannya, Jamal dijerat Pasal 12 huruf e Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.