Harus transparan
Penguatan kelembagaan MKD selain memasukkan unsur masyarakat dalam keanggotaannya, juga melalui transparansi atas pengaduan dari publik. Transparansi dimaknai dengan memberikan akses publik atas pelaporan atau pengaduan yang masuk secara periodik setiap tahun, transparan dalam proses penyelidikan dan verifikasi, sampai pada pengambilan keputusan yang diserahkan pada rapat paripurna DPR.
Melalui proses yang transparan harapannya publik mendapatkan gambaran perihal pelanggaran kode etik yang dilakukan wakilnya di parlemen, sehingga publik dapat mengambil keputusan untuk menghukum wakil- wakilnya di parlemen dengan cara tak memilihnya kembali pada pemilu berikutnya. Selain itu, transparansi MKD juga memberikan edukasi kepada publik agar secara aktif melaporkan pelanggaran etik yang dilakukan oleh wakilnya di parlemen.
Tentunya dengan proses yang transparan, laporan atau pengaduan dari publik terdapat jaminan kepastian hukumnya. Maka, juga diperlukan limitasi waktu yang tegas sejak proses penerimaan laporan atau pengaduan, penyelidikan dan verifikasi, sampai proses pengambilan keputusan. Jadi, bukan hanya sidang MKD yang harus terbuka, seperti yang disuarakan publik untuk kasus Setya Novanto. Karena dalam Pasal 132 UU No 17/2014 disebutkan bahwa sidang MKD bersifat tertutup, dengan pertimbangan untuk menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dalam sidang MKD.
Sidang MKD boleh tertutup, tetapi bukan berarti itu tidak transparan. Transparansi proses MKD bukan hanya dalam sidangnya, tetapi seluruh prosesnya harus dipertanggungjawabkan dan diakses oleh masyarakat secara terbuka. Dengan demikian, masyarakat dapat menilai apakah layak sanksi yang diberikan MKD terhadap anggota DPR yang diduga melakukan pelanggaran. Tentu jika Setya Novanto terbukti melakukan transaksi gelap dengan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, dengan indikasi penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri, maka tidak adil jika sanksi yang diberikan hanya teguran lisan atau tertulis.
MKD harus tegas bahwa sanksi yang adil untuk wakil rakyat yang memperjualbelikan kekuasaannya demi memperkaya diri sendiri tidak lain adalah pemberhentian tetap sebagai anggota DPR, tentu dengan mendapat persetujuan rapat paripurna. Ketegasan MKD akan menunjukkan martabat MKD sendiri di mata para wakil rakyat, dan menjaga martabat serta kehormatan para wakil rakyat dari etika politik yang rakus.
Sebaliknya jika ternyata pengaduan dari Sudirman hanya politik pencitraan dari Menteri ESDM agar publik menganggap kinerja sang menteri sangat bagus, tetapi alat bukti untuk menyeret Ketua DPR lemah, maka MKD harus tegas bahwa teradu terbukti tidak melanggar dan merehabilitasi nama baik dan kehormatan teradu.
Hari ini kita menguji marwah MKD, sekaligus menguji martabat dan kehormatan para wakil rakyat kita yang baru setahun menduduki singgasananya. Sebagaimana diungkapkan oleh Julius Paulus "Non ex regula ius sumatur, sed ex iure quod est regula fiat".
Gugun El Guyanie
Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 26 November 2015, di halaman 6 dengan judul "Menguji Independensi MKD".