Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 23/11/2015, 20:03 WIB
|
EditorSabrina Asril
JAKARTA, KOMPAS.com – Kuasa hukum PT Pelindo II Freidrich Yunadi merasa ada yang salah dalam penetapan tersangkaan salah satu kliennya, yakni Direktur Teknik Pelindo Ferialdy Noerlan oleh penyidik Bareskrim Polri.

“Menurut saya ada yang salah. Karena tidak ada bukti yang sah. Belum ada dua alat bukti yang sah,” ujar Yunadi usai mendampingi Ferialdy diperiksa di Bareskrim Mabes Polri, Senin (23/11/2015).

Sebab, lanjut dia, di dalam surat panggilan kliennya yang diterimanya pekan lalu untuk hari ini, disebutkan bahwa penetapan tersangka Ferialdy adalah tanggal 27 Agustus 2015. Padahal, penggeledahan Kantor Pelindo baru dilakukan 28 Agustus 2015.

“Periksa apa pun belum kok tahu-tahu jadi tersangka. SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) tanggal 27 Agustus 2015, sementara geledahnya 28 Agustus 2015. Bukti penetapan tersangka apa?” ujar Yunadi.

Selain itu, sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Ferialdy belum pernah sekali pun diperiksa sebagai saksi. Menurut Yunadi, hal tersebut menyalahi prosedur hukum. (Baca: RJ Lino Klaim Tak Ada Pelanggaran dalam Pengadaan "Mobile Crane" )

Saat ditanya apakah kuasa hukum akan mengajukan permohonan praperadilan, Yunadi mengatakan, “Belum waktunya. Kita lihat perkembangan perkaranya saja dulu”.

Penyidik Bareskrim Polri memeriksa Ferialdy, Senin pagi hingga sore. Ferialdy adalah tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mobile crane. (Baca: Proyek Crane Pelindo Rugikan Negara Hingga Rp 45,5 M )

Menurut Yunadi, kliennya disodorkan sekitar 18 pertanyaan seputar struktur di Pelindo dan pengadaan mobile crane secara umum.  Meski sudah ditetap sebagai tersangka, penyidik tidak menahan Ferialdy. (Baca: Tersangka Korupsi "Mobile Crane": Saya Hanya Petugas Teknis )

Kasus dugaan korupsi pengadaan 10 unit mobile crane mulai diselidiki sejak Agustus 2015. Temuan penyidik, pengadaan mobile crane diduga tak sesuai perencanaan dan ada mark up anggaran. Sehingga, pengadaan ini telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 45,5 miliar.

Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino membantah tuduhan itu. Ia menyebut pengadaan sudah sesuai prosedur dan tidak ada korupsi atau penggelembungan harga dalam prosesnya. Sejauh ini, penyidik telah memeriksa 48 saksi yang sebagian besar karyawan Pelindo.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

BERITA FOTO: Puan Bocorkan Strategi Kampanye PDI-P di Pemilu 2024

BERITA FOTO: Puan Bocorkan Strategi Kampanye PDI-P di Pemilu 2024

Nasional
RUU Kesehatan Dikhawatirkan Tak Dapat Perhatian Penuh karena Kesibukan Pemilu 2024

RUU Kesehatan Dikhawatirkan Tak Dapat Perhatian Penuh karena Kesibukan Pemilu 2024

Nasional
Penyidik Polri Bantah Terima Suap Atas Perkara yang Dikondisikan AKBP Bambang Kayun

Penyidik Polri Bantah Terima Suap Atas Perkara yang Dikondisikan AKBP Bambang Kayun

Nasional
RUU Kesehatan Diharapkan Atur Pelayanan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

RUU Kesehatan Diharapkan Atur Pelayanan Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

Nasional
RUU Kesehatan Dinilai Perlu Menerapkan Perspektif Keadilan Gender, Ini Alasannya

RUU Kesehatan Dinilai Perlu Menerapkan Perspektif Keadilan Gender, Ini Alasannya

Nasional
Megawati Minta Kader PDI-P Citrakan Ganjar Menyatu dengan Rakyat

Megawati Minta Kader PDI-P Citrakan Ganjar Menyatu dengan Rakyat

Nasional
Wapres Enggan Komentari Penolakan Proposal Prabowo Soal Perdamaian Rusia-Ukraina

Wapres Enggan Komentari Penolakan Proposal Prabowo Soal Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Respons Kepala Bappenas, Wapres Yakin Prevalensi Stunting Turun 2024

Respons Kepala Bappenas, Wapres Yakin Prevalensi Stunting Turun 2024

Nasional
Calon Investor IKN Dijanjikan 'Tax Holiday' Lebihi Rata-rata Demi Tarik Investasi

Calon Investor IKN Dijanjikan "Tax Holiday" Lebihi Rata-rata Demi Tarik Investasi

Nasional
Peredaran Oli Palsu di Jatim Terungkap, Omzet Pelaku Rp 20 M Per Bulan

Peredaran Oli Palsu di Jatim Terungkap, Omzet Pelaku Rp 20 M Per Bulan

Nasional
PKS Anggap Wajar Ada Partai yang Ngotot Kadernya Harus Jadi Cawapres Anies, tapi...

PKS Anggap Wajar Ada Partai yang Ngotot Kadernya Harus Jadi Cawapres Anies, tapi...

Nasional
Megawati: yang Tidak Mengakui Pancasila Jangan Hidup di Indonesia

Megawati: yang Tidak Mengakui Pancasila Jangan Hidup di Indonesia

Nasional
Satgas TPPU: Dugaan TPPU Emas Batangan Ilegal Rp 189 T Masih Penyelidikan

Satgas TPPU: Dugaan TPPU Emas Batangan Ilegal Rp 189 T Masih Penyelidikan

Nasional
2 Penyakit yang Sering Menyerang Jemaah Haji Lansia di Arab Saudi

2 Penyakit yang Sering Menyerang Jemaah Haji Lansia di Arab Saudi

Nasional
Papan Informasi Digital Hadir untuk Dukung Transparansi Kinerja DPD RI

Papan Informasi Digital Hadir untuk Dukung Transparansi Kinerja DPD RI

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com