Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Daripada Beli Helikopter Impor, Jokowi Disarankan Beli Super Puma Terbaru

Kompas.com - 23/11/2015, 16:48 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana pembelian helikopter kepresidenan mengundang kritik dari politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Tubagus Hasanuddin. Pasalnya, TNI Angkatan Udara berniat membelinya dari luar negeri.

Padahal, Hasanuddin beranggapan PT Dirgantara Indonesia mampu membuat helikopter yang memiliki spesifikasi tak kalah hebatnya dari helikopter yang akan dibeli pemerintah, AgustaWestland AW101, dari Italia.

Anggota Komisi I DPR itu mengungkapkan, helikopter jenis Super Puma yang digunakan oleh presiden selama ini dibuat tahun 2000 dan dipakai sejak tahun 2002. Dengan demikian, sudah dipakai selama 13 tahun.

"Menurut saya, demi keamanan sudah selayaknya diganti. Untuk anggaran tahun 2016 yang akan datang, Setneg setelah mendapat saran dari TNI AU, merencanakan membeli heli pengganti yang ada, dengan jenis AW 101 Agusta buatan Italia," kata Hasanuddin.

Helikopter yang dimaksud, lanjut Hasanuddin, memang cukup canggih dengan interior yang mewah dan ruang yang lebar sehingga cukup nyaman dipakai oleh VVIP. (Baca: Jokowi Akan Pakai Helikopter Baru, Super Puma Diganti Agusta Westland AW-101 )

"Tapi harganya menurut informasi sekitar 55 juta dollar AS. Cukup mahal bila dibandingkan dengan jenis Super Puma produk PT Dirgantara Indonesia, kebanggaan anak bangsa yang harganya hanya 35 juta dollar AS," ungkap Hasanuddin.

Menurut dia, jika Super Puma mau dilengkapi seperti AW 101 Agusta, sesungguhnya tinggal menambah saja komponen forward looking infra red (FLIR) dan chaff and flare dispencer (proteksi/antipeluru kendali).

Kemudian, infrared jammer dan laser warning. Semua alat ini diperkirakan memakan biaya 5 juta dollar AS. (Baca: Mulai 2016, TNI AU Belanja Alutsista Baru dari Sukhoi sampai Beriev BE-200)

"Sehingga, harga satu unit Super Puma maksimal sekitar 40 juta dollar AS. Dengan membeli produk dalam negeri, maka negara untung sebesar 30 persen dari harga dasar setidaknya dalam bentuk material dari dalam negeri," lanjut Hasanuddin.

"Serta mampu mempekerjakan minimal 700 orang selama setahun, dengan investasi skill untuk anak bangsa yang terus berkembang," tambahnya.

Layanan purnajual seperti perawatan dan pengadaan suku cadangnya pun, kata Hasanuddin lagi, akan lebih murah dan terjamin.

Sementara untuk suku cadang, Agusta meyakini akan lebih mahal dalam status impor dan tidak ada jaminan tidak terkena embargo.

"Menurut hemat saya, sudah saatnya mengganti helikopter kepresidenan, tapi akan lebih bijak bila menggunakan produk dalam negeri saja dan sesuai dengan amanah UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, Pasal 43, 'Tidak dibenarkan membeli alat pertahanan dan keamanan dari luar negeri selama negara sudah mampu memproduksinya'," Hasanuddin mengingatkan.

Kalau bangga dengan Indonesia, pemrintah disarankan membeli Super Puma jenis EC 225 yang lebih besar dan bisa dimodifikasi untuk menjadi VVIP Kepresidenan.

Saat ini sudah 32 kepala negara dan kerajaan di dunia sudah menggunakan EC-225. Sedangkan AW-101 hanya digunakan oleh 4 kepala negara saja. Bangsa asing saja bangga. Mengapa kita tidak bangga dengan produk anak bangsa sendiri?" ucap Hasanuddin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

Nasional
Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

Nasional
Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com