Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setya Novanto Diminta Mengundurkan Diri Sementara sebagai Ketua DPR

Kompas.com - 17/11/2015, 12:13 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) meminta Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat transparan dalam mengusut laporan Menteri ESDM Sudirman Said.

Sudirman melaporkan Ketua DPR Setya Novanto atas dugaan meminta saham dari PT Freeport Indonesia dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. (Baca: Menteri ESDM Akui Politisi Pencatut Nama Jokowi adalah Setya Novanto)

"Kami juga mendesak terlapor, Setya Novanto, untuk sementara mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR RI sampai ada putusan tetap dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)," kata Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan PSHK Ronald Rofiandri melalui pesan singkatnya, Selasa (17/11/2015), seperti dikutip Antara.

Ronald menegaskan, MKD harus menginformasikan kepada publik secara transparan selama proses pengusutan kasus itu. Rapat-rapat MKD diminta dilaksanakan secara terbuka, mulai dari pemeriksaan hingga pengambilan keputusan.

Hal ini untuk memastikan penanganan etik berada pada koridor undang-undang dan Kode Etik DPR RI. (Baca: Setya Novanto, Calon Ketua DPR yang "Akrab" dengan KPK)

Mengingat posisi terlapor merupakan Ketua DPR RI, dia meminta MKD bertindak imparsial dan tidak menerima intervensi apa pun serta tidak takut dengan tekanan dari pihak mana pun.

"Hal ini juga untuk mencegah terulangnya preseden buruk dari ketertutupan pemeriksaan Setya Novanto dalam kasus Donald Trump, yang tidak transparan dan akuntabel," katanya. (Baca: "MKD Jangan Jadi 'Dewi Fortuna' bagi Setya Novanto seperti Kasus Sebelumnya")

Kegagalan untuk menjalankan pemeriksaan etik dalam kasus tersebut secara terbuka, menurut dia, akan membuat wibawa DPR makin terpuruk.

"Preseden membuka persidangan etik telah dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dalam kasus Akil Mochtar. DPR hendaknya mengikuti preseden yang baik tersebut untuk mencegah keterpurukan wibawa parlemen lebih buruk lagi," kata Ronald.

Setya Novanto tetap membantah tuduhan dirinya mencatut nama Presiden dan Wapres. Ia mengatakan, Presiden dan Wapres adalah simbol negara yang harus dihormati dan dilindungi.

"Apalagi Presiden khusus dengan Freeport sangat perhatian, khususnya bagi hasil, CSR, untuk kepentingan rakyat dan rakyat Papua. Kita tidak akan membawa nama-nama yang bersangkutan," kata Novanto.

Dalam laporannya ke MKD, Sudirman menyebut Novanto bersama seorang pengusaha menemui bos PT Freeport sebanyak tiga kali.

Pada pertemuan ketiga, menurut Sudirman, Novanto meminta saham sebesar 11 persen untuk Presiden dan 9 persen untuk Wapres demi memuluskan renegosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport. (Baca: JK Terganggu Namanya Dicatut)

Novanto juga disebut meminta PT Freeport untuk menanamkan divestasi saham sebesar 49 persen dalam pembangunan proyek listrik di Timika. (Baca: "Politisi Kuat" Minta Saham 20 Persen ke Freeport untuk Presiden dan Wapres)

Sudirman mengaku mendapat informasi itu dari pimpinan Freeport.

Kompas TV Menteri ESDM Adukan Anggota Dewan ke MKD DPR
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Polri Terbitkan Red Notice 2 Buron TPPO Bermodus Magang ke Jerman

Nasional
Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Surya Paloh Bakal Temui Prabowo di Kertanegara, Nasdem: Menguatkan Sinyal Komunikasi

Nasional
Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Temui Mensesneg Pratikno, Menpan-RB Anas Bahas Progres Skenario Pemindahan ASN ke IKN

Nasional
Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Jokowi Teken Perpres, Wajibkan Pemda Bentuk Unit Perlindungan Perempuan dan Anak

Nasional
Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Politikus PPP Sebut Ada Kemungkinan Parpolnya Gabung Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com