Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bencana Asap di Negeri Keledai

Kompas.com - 14/11/2015, 15:36 WIB

Mengatasi secara sistemik tentulah perlu melihat fakta secara komprehensif. Pertama, secara fisik dapat dilihat dengan foto satelit sebaran kebakaran. Lebih jauh, area ini perlu diidentifikasi komposisi kawasan terbakar, seberapa luas dan di mana saja kawasan pertanian rakyat, konsesi hak guna usaha (HGU) korporasi, dan hutan negara/adat.

Media pers, kalau mau, tentunya mampu mendapatkan peta area kebakaran secara fisik dari sumber pengelola satelit cuaca.

Berbeda dengan komposisi penguasaan area sumber asap pekat, yang hanya dapat diperoleh pers jika pengambil keputusan memang punya data dimaksud.

Sejak awal peta yang menggambarkan komposisi penguasaan area terbakar ini seharusnya sudah dibuka kepada publik, dan dari sini langkah penindakan dapat dijalankan.

Tindakan tentunya berbeda terhadap obyek-obyek sesuai dengan karakteristik kategori penguasaan area.

Melihat akar masalah

Saya membayangkan, akan lebih berguna manakala saat blusukan ke daerah terdampak Presiden Joko Widodo meminta pejabat setempat dan Menteri LHK memperlihatkan atau memaparkan peta area sumber kebakaran dan luasan terdampak, sekaligus menunjukkan komposisi penguasaan area.

Akan sangat bernas manakala media pers ikut memberitakan komposisi area terdampak, dan di situ Presiden memerintahkan membekukan seluruh konsesi korporasi yang abai sehingga areanya terbakar secara masif.

Berita semacam itu jauh lebih bernilai untuk pencitraan ketimbang menghadapkan warga Suku Anak Dalam dengan "pakaian" aslinya kepada sang Rajo.

Yang terjadi, media sosial sibuk mempersoalkan pencitraan ala "pertemuan" dengan warga Suku Anak Dalam, sementara media arus utama berusaha menjelas-jelaskan keotentikan adegan. Padahal, bukan di situ duduk soalnya.

Blusukan kebakaran bersifat mikro dan keputusan bersifat momentum, tidak akan menyelesaikan masalah secara sistemik.

Akar permasalahan adalah perlunya regulasi yang ketat dan konsekuen dalam hal pemberian konsesi penerokaan hutan kepada korporasi.

Instruksikan korporasi memadamkan kebakaran di area konsesinya. Kelalaian yang mengakibatkan kerugian besar harus ditindak.

Berikutnya, segera bangun sistem pengairan lingkungan (eko-hidro) di hutan lahan gambut dengan prioritas di area pertanian rakyat dan hutan negara/adat.

Kalau tidak masuk dalam APBN tahun berjalan, presiden tentu punya kewenangan mengalihkan anggaran, kalau perlu menghentikan bikin jalan tol.

Penanggulangan kebakaran yang menyebabkan jerebu itu mendesak, karena senantiasa berulang. Memangnya mau jadi keledai?

Ashadi Siregar
Peneliti media dan pengajar jurnalisme pada Yayasan LP3J

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 November 2015, di halaman 7 dengan judul "Bencana Asap di Negeri Keledai".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Tok! Kasasi KPK Kabul, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com