Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Hukuman Kebiri, Pemerintah Tak Mau Buru-buru Terbitkan Perppu

Kompas.com - 12/11/2015, 18:00 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA), Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan, pihaknya takkan buru-buru mendorong terbitnya aturan tentang hukuman kebiri.

Menurut Pribudiarta, aturan tersebut menyangkut kualitas hidup manusia yang perlu dipertimbangkan, baik dari perspektif korban maupun pelaku.

Dengan demikian kementerian merasa perlu melakukan banyak perbandingan sebelum mendorong terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

"Kami akan lakukan secepatnya tapi kita enggak bisa batasi waktunya," kata Pribudiarta saat ditemui usai acara diskusi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Kamis (12/11/2015).

"Kita enggak mau ini jadi peraturan perundang-undangan yang tidak implementatif. Atau implementatif tapi dikecam oleh semua orang," ujarnya. 

Dari diskusi-diskusi yang telah dilakukan, ia menuturkan, pemerintah merumuskan beberapa alternatif.

Selain dengan Perppu, opsi lain yang akan diambil adalah melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

"Tapi Undang-Undang Perlindungan Anak ini kan sudah direvisi tahun kemarin. Apakah nanti perlu lagi direvisi untuk lebih memperberat sanksi," ujar Pribudiarta.

Menurut dia, alternatif-alternatif tersebut masih didiskusikan, mengingat UU tersebut telah mengatur tentang pemberatan hukuman dengan tambahan sebanyak sepertiga hukuman jika pelakunya adalah orang terdekat si anak.

Dengan begitu, Pribudiarta menambahkan, sanksi pidana penjara bisa menjadi 20 tahun.

Bahkan, jika nantinya disepakati tindakan kekerasan seksual terhadap anak tersebut dianggap sama seperti narkoba, maka bisa jadi hukumannya adalah hukuman mati.

"Kami belum diskusikan hal itu. Seberapa jauh bisa menimbulkan dampak," tutur Pribudiarta.

Menurut dia, hukuman tersebut harus dirumuskan dengan baik, mengingat angka prevalensi kasus kekerasan seksual anak memang sudah tinggi dan konsisten tinggi.

Pribudiarta memaparkan, jumlah anak di Indonesia mencapai 34 persen dari jumlah total penduduk Indonesia.

Sedangkan berdasarkan hasil survei, prevalensi kekerasan seksual terhadap anak laki-laki mencapai 6,3 persen dan perempuan 6,1 persen pada usia 18 hingga 24 tahun.

Adapun pada usia yang lebih muda, peningkatan juga signifikan, yaitu 8 persen anak laki-laki dan 4 persen anak perempuan.

Angka tersebut menurut Pribudiarta cukup memprihatinkan, mengingat angka kekerasan seksual terhadap anak di Amerika sejumlah 6/1000 sedangkan di Indonesia 6/100.

"Jadi kan memang harus ada tindakan afirmatif yang dilakukan agar mata rantai bisa terputus," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Panglima TNI Minta Para Prajurit Tak Mudah Terprovokasi Berita-berita di Media Sosial

Nasional
Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi kasus APD Covid-19

Anggota DPR Ihsan Yunus Irit Bicara Usai Diperiksa sebagai Saksi kasus APD Covid-19

Nasional
Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Erupsi Gunung Ruang, TNI AL Kerahkan KRI Kakap-811 dan 400 Prajurit untuk Bantuan Kemanusiaan

Nasional
Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Pertemuan Prabowo dan Menlu China Berlangsung Tertutup di Kemenhan

Nasional
Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Menlu Retno Telepon Menlu Hongaria Bahas soal Iran-Israel

Nasional
Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Bahlil Ungkap UEA Minat Investasi Panel Surya di IKN

Nasional
Petugas 'Ad Hoc' Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Petugas "Ad Hoc" Pilkada Akan Beda dengan Pilpres, KPU Buka Rekrutmen Lagi

Nasional
Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Bertemu Hampir 2 Jam, Jokowi dan Tony Blair Bahas Investasi Energi di IKN

Nasional
Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Firli Disebut Minta Rp 50 Miliar ke SYL, Pengacara: Fitnah!

Nasional
Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Nasional
KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

KPK Periksa Anggota DPR Ihsan Yunus Jadi Saksi Pengadaan APD Covid-19

Nasional
Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Jokowi dan Megawati Saling Memunggungi

Nasional
Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Soal Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Menlu China Sebut AS Pakai Hukum Internasional Sesuai Keinginannya Saja

Nasional
Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Nasional
KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com