Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Anggota Komisi VIII DPR Akui Ada Permintaan Jatah Haji ke Suryadharma

Kompas.com - 07/11/2015, 09:37 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan anggota Komisi VIII DPR RI, Zulkarnaen Djabar, mengungkapkan bahwa anggota dari komisinya meminta sisa kuota haji untuk memberangkatkan haji orang-orang dekatnya.

Zulkarnaen sendiri mengaku pernah mengusulkan sejumlah nama calon petugas haji kepada mantan Menteri Agama Suryadharma Ali.

"Kami ini kan punya dapil-dapil (daerah pemilihan), rata-rata dapil ingin berangkat haji. Jadi kami berembuk sama panja (panitia kerja) itu, minta jatahlah," ujar Zulkarnaen di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (6/11/2015) malam.

Ia mengatakan, jalan pintas itu diambil karena orang-orang di daerah pemilihannya mengeluhkan lamanya antrean untuk berangkat haji.

Menurut dia, Komisi VIII menyurati Kementerian Agama. Pimpinan komisi pun melobi sehingga keluarlah jatah yang didapatkan dan dibagi-bagi ke kelompok fraksi.

"Pimpinan komisi tentu agak berbobot sedikit, dapat jumlahnya lebih. Panja tentu dapat karena kita yang bahas, baru anggota biasa," kata Zulkarnaen.

Ia menurutkan, yang berangkat haji belum tentu anggota komisi yang menerima jatah kuota. Yang berangkat bisa saja keluarga atau kerabatnya.

Namun, kata dia, tidak semua nama yang diusulkan itu dikabulkan untuk berangkat. Mereka tetap melalui proses seleksi dengan sistem gugur.

Zulkarnaen mengatakan, ada kepentingan politik di balik permintaan Komisi VIII untuk memberangkatkan orang-orang di dapilnya masing-masing.

"Ada kepentingan politik kita karena kita membawa aspirasi daerah. Kalau tidak, kita dimaki-maki tidak ada kerjaannya," kata dia.

Pengacara Suryadharma, Johnson Pandjaitan, mempertanyakan alasan yang dibeberkan Zulkarnaen. Menurut dia, perbuatan Zulkarnaen dan Komisi VIII tidak adil karena masih banyak calon jamaah haji yang rela mengantre untuk bisa berangkat.

"Saya belum sampai kepikiran ke situ, karena tugas saya menyampaikan aspirasi dari daerah," kata Zulkarnaen.

Pada penyelenggaraan ibadah haji 2010-2013, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah saat itu, Slamet Riyanto, menerima permintaan anggota Panitia Kerja Komisi VIII DPR RI untuk mengakomodasi orang-orang tertentu agar bisa naik haji gratis dan menjadi petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi.

Permintaan tersebut disetujui Suryadharma dengan menunjuk sendiri beberapa orang lain menjadi petugas PPIH.

Orang-orang yang direkomendasikan dianggap tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam pedoman rekrutmen dan menjalani tes sesuai mekanisme semestinya.

Suryadharma juga memasukkan orang-orang dekatnya, termasuk keluarga, ajudan, pengawal pribadi, dan sopir, agar dapat menunaikan ibadah haji secara gratis.

Suryadharma juga membentuk rombongan pendamping amirul hajj, meski mereka tidak terdapat dalam komposisi alokasi anggaran.

Atas perbuatannya, Suryadharma disangka melakukan pelanggaran Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com