JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Anggota Komisi VIII DPR RI Hasrul Azwar mengaku pernah mendengar informasi bahwa ada permintaan uang sebesar Rp 12 miliar dari pimpinan Komisi VIII DPR RI kepada Menteri Agama yang saat itu dijabat Suryadharma Ali.
Uang tersebut untuk memuluskan pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji agar segera disahkan.
"Saya dapat cerita dari Sekjen Departemen Agama (Bahrun Hayat). Pimpinan waktu itu minta Pak Surya uang Rp 12 miliar. Uang pengesahan," ujar Hasrul saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (6/11/2015).
Pasalnya, saat itu pembahasan BPIH di Komisi VIII DPR berlangsung alot dan memakan waktu panjang. (Baca: Politisi PPP Ini Mengaku Kenalkan Calo Pemondokan kepada Komisi VIII DPR)
"Dia (Suryadharma) bilang ke saya, 'Daripada saya keluarkan uang itu, lebih baik saya berhenti jadi Menteri Agama," kata Hasryl, menirukan ucapan Suryadharma kepada Bahrun, saat itu.
Hasrul mengatakan, selain karena alasan ketidaksepahaman soal BPIH, konflik antara Suryadharma dan Komisi VIII diperparah dengan adanya permintaan uang tersebut. (Baca: Saksi: Suryadharma Perintah Loloskan Pemondokan yang Tak Layak untuk Jemaah)
Akhirnya, Komisi VIII yang dipimpin oleh Abdul Kadir Karding dan Suryadharma sepakat melakukan islah. Meski demikian, sejak saat itu, kata Hasrul, hubungan Komisi VIII dengan Suryadharma tak harmonis lagi.
Sebelumnya, Suryadharma membantah memfasilitasi berbagai kepentingan Komisi VIII terkait ibadah haji. (Baca: Saksi Ungkap Ada Calo Setor Uang Pemondokan ke Suryadharma Ali)
Pasalnya, Suryadharma menganggap saat itu hubungannya dengan Komisi VIII DPR RI tidak harmonis.
Ketidakharmonisan tersebut, kata dia, menyebabkan kesepakatan mengenai BPIH saat itu tak kunjung "ketok palu".
"Hubungan saya dengan Komisi VIII tidak baik dan memuncak pada 2012. Ini menyebabkan penetapan biaya haji terkatung-katung dan tidak ada kepastian waktu," ujar Suryadharma.