Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Penetapan Upah Minimum dalam PP Pengupahan yang Baru?

Kompas.com - 03/11/2015, 13:18 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Ribuan buruh dari berbagai serikat pekerja dan serikat buruh bergerak menolak keras Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhir Oktober lalu. Mereka protes lantaran tak merasa dilibatkan dalam pembuatan regulasi itu.

Buruh juga memprotes lantaran aturan baru itu dinilai merugikan mereka. Gara-garanya, formulasi upah minimum yang ditetapkan hanya berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang menjadi domain pemerintah pusat.

Buruh menuntut agar kewenangan penetapan buruh kembali kepada kepala daerah yang sebelumnya berwenang menetapkan kebutuhan hidup layak (KHL). Mereka pun meminta agar KHL tidak ditetapkan setiap lima tahun. (Baca: Buruh Tolak PP Pengupahan )

Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengaku kecewa dengan beleid pengupahan ini. 

"Percuma jika KHL dievaluasi hanya tiap lima tahun sekali. Sebab, penetapan kenaikan upah hanya didasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi saja," ucap Timboel.

Di sisi lain, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri mengklaim banyak informasi sesat yang berhembus di kalangan buruh. Dia mengungkapkan, dengan PP baru itu, pemerintah justru berusaha melindungi kepentingan buruh dengan memberi kepastian kenaikan upah setiap tahunnya. (Baca: Menaker: Banyak Informasi Sesat soal PP Pengupahan )

"Masih banyak isu senada yang tujuannya ya kurang lebih ngompori buruh agar mau diajak turun ke jalan. Makanya saya ingatkan agar jangan semua informasi ditelan mentah-mentah. Silakan cek isi regulasinya di laman Kemnaker," papar Hanif.

Lalu, apa substansi isi yang diatur dalam PP 78/2015 tersebut?

Dikutip dari situs Sekretariat Kabinet, peraturan ini mengatur lebih rinci mengenai masalah upah minimum. Menurut PP ini, Gubernur menetapkan Upah minimum sebagai jaring pengaman.

“Upah minimum sebagaimana dimaksud merupakan Upah bulanan terendah yang terdiri atas: a. Upah tanpa tunjangan; atau b. Upah pokok termasuk tunjangan tetap,” bunyi Pasal 41 ayat (2) PP tersebut.

PP ini menegaskan, bahwa Upah minimum sebagaimana dimaksud hanya berlaku bagi Pekerja/Buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun pada Perusahaan yang bersangkutan.

Sementara Upah bagi Pekerja/Buruh dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih dirundingkan secara bipartit antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha di Perusahaan yang bersangkutan.

Menurut PP ini juga, penetapan Upah minimum dilakukan setiap tahun berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Penetapan Upah minimum dihitung dengan menggunakan formula perhitungan Upah minimum, yaitu: Upah Minimunm yang ditetapkan (UMn) = Upah Minimun tahun berjalan (UMt) + {UMt x (Inflasit + % ? PDBt)}.

Ada pun, inflasit adalah inflasi yang dihitung dari periode September tahun yang lalu sampai dengan September tahun berjalan. Semenyara ? PDBt adalah pertumbuhan produk domestik bruto (pertumbuhan ekonomi) yang dihitung dari PDB pada kuartal III dan IV tahun sebelumnya dan periode kuartai I dan II tahun berjalan.

Data inflasi dan pertumbuhan ekonomi itu didasarkan pada perhitungan badan statistik yang resmi.

PP ini juga menegaskan, Gubernur wajib menetapkan Upah minimum provinsi, yang dihitung berdasarkan formula perhitungan Upah minimum sebagaimana dimaksud.

Namun, yang menjadi keluhan buruh adalah soal penetapan kehidupan layak. Meski masuk dalam komponen upah minimum, komponen kehidupan layak ditetapkan dalam jangka waktu lima tahun.

Penetapan KHL itu pun menjadi domain Menteri Tenaga Kerja) dengan mempertimbangkan hasil kajian yang dilaksanakan oleh Dewan Pengupahan Nasional, yang menggunakan data dan informasi yang bersumber dari lembaga yang berwenang di bidang statistik.

“Rekomendasi dewan pengupahan provinsi sebagaimana dimaksud didasarkan pada hasil peninjauan kebutuhan hidup layak yang komponen dan jenisnya ditetapkan oleh Menteri dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi,” bunyi Pasal 45 ayat (4) PP tersebut.

PP ini juga menyebutkan, bahwa Gubernur dapat menetapkan Upah minimum kabupaten/kota, yang nilainya harus lebih besar dari Upah minimum provinsi di provinsi.

Upah Minimum Sektoral

Selain itu, PP ini menegaskan bahwa Gubernur dapat menetapkan Upah minimum sektoral provinsi dan/atau kabupaten/kota berdasarkan hasil kesepakatan asosiasi pengusaha dengan serikat pekerja/serikat buruh pada sektor yang bersangkutan.

Penetapan Upah minimum sektoral sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dilakukan setelah mendapat saran dan pertimbangan mengenai sektor unggulan dari dewan pengupahan provinsi atau dewan pengupahan kabupaten/kota sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Selain itu, Upah minimum sektoral juga harus lebih besar dari Upah minimum kabupaten/kota di kabupaten/kota yang bersangkutan.

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 66 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada tanggal 23 Oktober 2015 itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puan Lantik 3 Srikandi Anggota PAW dari Fraksi P-Nasdem, PPP, dan PKB

Puan Lantik 3 Srikandi Anggota PAW dari Fraksi P-Nasdem, PPP, dan PKB

Nasional
Jokowi Gelar Bukber di Istana, Wapres Singgung soal Kendalikan Nafsu Saat Berikan Tausiyah

Jokowi Gelar Bukber di Istana, Wapres Singgung soal Kendalikan Nafsu Saat Berikan Tausiyah

Nasional
Misi Kemanusiaan di Palestina, Fadli Zon Harap Kerja Sama Lembaga Zakat Indonesia-UNRWA Segera Dibentuk

Misi Kemanusiaan di Palestina, Fadli Zon Harap Kerja Sama Lembaga Zakat Indonesia-UNRWA Segera Dibentuk

Nasional
Soal Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis, Kubu Ganjar-Mahfud: Alasan Mengada-ada

Soal Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis, Kubu Ganjar-Mahfud: Alasan Mengada-ada

Nasional
DPR Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU KIA, Puan Ungkap Alasannya

DPR Setujui Perpanjangan Waktu Pembahasan RUU KIA, Puan Ungkap Alasannya

Nasional
Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Arus Mudik Lebaran 2024 Diperkirakan Melonjak, Komisi V DPR Minta Kemenhub Serius Siapkan Kelaikan Angkutan Umum

Nasional
Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Yakin MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, TKN: Gugatannya Tidak Masuk Akal

Nasional
Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus 'Ferienjob' di Jerman

Kemenko Polhukam Identifikasi 1.900 Mahasiswa Jadi Korban TPPO Bermodus "Ferienjob" di Jerman

Nasional
Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Lewat Telepon, Putra Mahkota Abu Dhabi Ucapkan Selamat ke Gibran

Nasional
Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-'bully'

Cerita soal Saham Freeport, Jokowi: Seperti Tak Ada yang Dukung, Malah Sebagian Mem-"bully"

Nasional
Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Akui Negosiasi Alot, Jokowi Yakin Indonesia Bisa Dapatkan 61 Persen Saham Freeport

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Kubu Ganjar-Mahfud Tolak Gugatan ke MK Disebut Salah Alamat oleh KPU

Nasional
Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Jokowi Gelar Buka Puasa di Istana, 2 Menteri PDI-P Tak Tampak

Nasional
Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Polisi Tangkap 5 Tersangka Pengoplos BBM Pertalite Jadi Pertamax

Nasional
Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Jokowi Buka Puasa Bersama Para Menteri, Duduk Semeja dengan Prabowo-Airlangga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com