JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berencana menggunakan dana dari program kerja sama penurunan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan atau REDD+, serta hasil perdagangan karbon (carbon trade) untuk membiayai restorasi lahan gambut. Menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, program restorasi lahan gambut ini memerlukan anggaran yang besar sehingga perlu mencari sumber pendanaan dari luar.
"Sehingga restorasi gambut tidak perlu biaya besar dari APBN, tetapi nanti dibiyai program yang sebenarnya sudah lama sekali tertunda. Program carbon trading yang bisa dibayar kemudian, itu sistemnya yang saya minta dikaji dan sudah dikerjakan," kata Kalla di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Rabu (28/10/2015).
Hari ini, Wapres mengadakan rapat dengan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya, serta Ketua Tim Pengarah pada Tim Pengendalian Perubahan Iklim Rachmat Witoelar terkait rencana pembiayaan program restorasi lahan gambut. Wapres menyampaikan bahwa Indonesia belum menggunakan sepenuhnya dana yang dijanjikan Norwegia sesuai dengan kesepakatan REDD+.
Masih ada dana yang belum terpakai kurang lebih 970 juta dollar AS dari 1 miliar dollar AS yang dijanjikan. Wapres juga berharap Indonesia memperoleh dana dari negara lain yang membutuhkan karbon melalu carbon trading. (Baca: Presiden Jokowi Bubarkan BP-REDD dan DNPI)
"Setelah (konferensi) di Paris nanti, ada pembicaraan tentang kemungkinan potensi carbon trading lebih terarah sehingga kita perbaiki lingkungan, seperti gambut itu, itu dana dari program yang ada, juga dana dari pihak yang butuh carbon trading dapat dibiayai," tutur Kalla.
Mengenai total anggaran yang diperlukan untuk restorasi lahan gambut, Kalla menyampaikan bahwa pemerintah masih menghitungnya. Pemerintah menyegerakan restorasi lahan gambut setelah tiga bulan ini terjadi kebakaran lahan yang mengakibatakan bencana asap.
Pada pertengahan April 2015, pemerintah memutuskan untuk melanjutkan kerjasama dengan Norwegia terkait penurunan emisi yang tertuang dalam REDD+. Kerja sama ini dilanjutkan meskipun Presiden Joko Widodo membubarkan Badan Pengelola REDD+ yang menjadi salah satu syarat capaian nota kesepakatan Indonesia-Norwegia.
Adapun kesepakatan REDD+ ditandatangani Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa dan Menteri Lingkungan Hidup Norwegia Erik Solheim pada 2010, disaksikan Presiden Yudhoyono. Sesuai perjanjian itu, Norwegia menghibahkan 1 miliar dollar AS bagi Indonesia untuk mengurangi emisi karbon sektor kehutanan. (Baca: Bertemu PM Norwegia, Jokowi Ingin Lanjutkan REDD Plus)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.