JAKARTA, KOMPAS - Begitu Joko Widodo menduduki kursi presiden, program Indonesia pintar merupakan salah satu andalan. Jutaan Kartu Indonesia Pintar lantas dirancang untuk ditebar ke seluruh penjuru negeri. Kini, setahun berlalu, semakin terbukakah akses bagi anak Indonesia yang tak mampu untuk mendapat pendidikan hingga jenjang sekolah menengah?
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa termasuk salah satu pejabat yang dibuat sibuk dengan kehadiran program Indonesia Pintar. Dia ikut mengawal distribusi jutaan Kartu Indonesia Pintar (KIP), selain kartu-kartu sakti lain, seperti Kartu Keluarga Sejahtera dan Kartu Indonesia Sehat.
Dia ikut mengecek, mulai pendataan hingga berangkat ke hampir semua daerah untuk mengecek distribusi Kartu Indonesia Pintar. "Proses pendataan dan pencetakan kartu serupa ban berjalan. Begitu data masuk, kartu segera dicetak dan didistribusikan," ujar Khofifah, Senin (19/10). Pada 30 November, proses kartu ditargetkan sampai pada titik distribusi di kantor pos. "Pada 15 Desember, mereka yang berhak menerima kartu itu sudah memperoleh haknya," ujarnya.
Jumlah manfaat KIP untuk jenjang SD/MI Rp 225.000 per semester, tingkat SMP/MTs Rp 375.000 per semester, dan tingkat SMA/SMK/MA Rp 500.000 per semester. Program itu juga menjangkau anak berstatus rentan miskin dan anak-anak putus sekolah agar kembali ke sekolah.
Penerbitan Kartu Indonesia Pintar direncanakan menjangkau 20,3 juta anak usia sekolah berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Kartu disebar dengan koordinasi Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), serta Kementerian Agama.
Hingga dua pekan lalu, penerima manfaat program Indonesia Pintar setidaknya menjangkau hampir 12 juta dari total target penerima manfaat, itu berdasarkan data Kemdikbud. "Uangnya sudah ditransfer ke anak-anak. Meski belum ada kartunya, uangnya sudah. Jangan sampai proses distribusi kartu menunda pemberian manfaat," ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan.
Partisipasi
Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kemdikbud Hamid Muhammad mengatakan, dengan keterserapan 65 persen, jumlah angka partisipasi kasar untuk tingkat SMA bertambah 6 persen dibandingkan dengan tahun 2014.
Tercatat, pada penerimaan murid baru 2015, ada 500.000 murid SMA setingkat yang baru mendaftar. Mayoritas memilih melanjutkan pendidikan ke SMK.
Siti Asmarah (36) termasuk yang senang mendapatkan bantuan pendidikan itu. Biaya sekolah yang dikeluarkan untuk anaknya, Lia Nur Alya (16) yang kini berada di SMK swasta di wilayah Kota Bekasi, cukup besar. Untuk masuk SMK, dia harus mengeluarkan uang sekitar Rp 3.000.000, tetapi karena menunjukkan Kartu Keluarga Sejahtera, Lia mendapatkan keringanan hingga Rp 1.500.000. Pihak sekolah juga sudah meminta kartu keluarga dan KIP bukti bahwa anaknya benar-benar terdaftar.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.