"Dalam momentum satu tahun Jokowi-Kalla, saya sampaikan, Jokowi harus mengevaluasi pelaksanaan eksekusi mati yang telah dilakukan," ujar Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil Politik Kontras Putri Kanesia kepada Kompas.com, Rabu (21/10/2015).
Alasannya, proses hukum di Indonesia masih buruk, cenderung korup, dan seringkali tidak berlandaskan azas keadilan. Putri mencontohkan, dua terpidana mati yang proses hukumnya diduga bermasalah.
Pertama, terpidana mati atas nama Zainal Abidin. Putri mengatakan, fakta menunjukkan bahwa permohonan peninjauan kembali (PK) Zainal terselip selama 10 tahun di pengadilan sehingga ia tidak kunjung dieksekusi.
Kedua, terpidana mati atas nama Rodrigo Gularte. Menurut Putri, rekam medis dan psikologis Rodrigo menunjukkan adanya gejala schizofrenia disorder dan bipolar psikopatik pada dirinya. Seharusnya, terpidana dengan kondisi seperti itu tidak dapat dieksekusi sesuai Pasal 44 KUHP.
"Artinya, Jokowi tidak melihat proses hukum terhadap terpidana mati ini telah melalui proses yang tidak adil dan cacat hukum," ujar Putri.
"Kewenangan presiden untuk memberikan grasi tidak dijalankan baik oleh presiden. Karena setiap terpidana mati pasti ditolah permohonan grasinya, sesuai statement Jokowi di media," lanjut dia.
Dia berharap, Jokowi menghentikan gelombang tiga eksekusi mati dan membenahi sistem peradilan terlebih dahulu demi mewujudkan keadilan bagi para terpidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.