Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/10/2015, 08:49 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

Bibit-Chandra dianggap menyalahgunakan wewenang dalam menerbitkan surat cegah. Sementara "kriminalisasi" yang menimpa pimpinan KPK saat ini terjadi setelah KPK menetapkan Komjen BG sebagai tersangka.

Hal tersebut berimbas kepada seluruh Pimpinan KPK yang dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal dengan tuduhan berbeda.

Berawal dari penetapan Bambang Widjojanto sebagai tersangka karena dianggap memengaruhi saksi untuk memberikan keterangan tidak benar dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi tahun 2010. Bambang ditangkap dan langsung diperiksa sebagai tersangka pada Jumat (23/1/2015).

Sehari berselang, pada Sabtu (24/1/2015), giliran Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja yang dilaporkan ke Bareskrim Polri. Ia dianggap melakukan perampasan saham dan aset sebuah perusahaan pemotongan kayu di Kalimantan Timur. Adnan dilaporkan ke Bareskrim Polri pada Sabtu (24/1/2015) oleh pemilik saham PT Teluk Sulaiman Mukhlis Ramlan.

Sementara itu, mengenai Abraham, Pelaksana Tugas Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebut adanya pertemuan Abraham dengan elite PDI-P sebelum Pilpres 2014. Menurut dia, saat itu Abraham melakukan lobi politik agar bisa menjadi cawapres bagi Jokowi.

Abraham juga dilaporkan ke Bareskrim dengam tuduhan pemalsuan identitas untuk paspor. Wakil Ketua KPK Zulkarnain juga dilaporkan ke Bareskrim terkait dugaan gratifikasi saat menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

Miko menilai, Presiden Jokowi tidak menunjukkan ketegasan sikap atas penguatan KPK dan agenda pemberantasan korupsi dengan adanya kriminalisasi itu.

"Hingga saat ini belum mengambil langkah signifikan apapun untuk menghentikan kriminalisasi terhadap pimpinan dan penyidik KPK serta pegiat antikorupsi," tutur Miko.

Revisi UU KPK

Salah satu isu yang juga disoroti yaitu masuknya revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang KPK ke dalam Program Legislasi Nasional. Di awal kemunculannya, pemerintah dan DPR seolah saling lempar bola atas inisiator revisi UU KPK.

Setelah munculnya draf revisi tersebut, kini jelas siapa yang mengusungnya. Wacana tersebut sempat hilang, namun kini kembali mencuat dengan beredarnya draf revisi UU KPK yang digodok oleh enam fraksi di DPR RI. Keenam fraksi itu adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Nasdem, Fraksi PPP, Fraksi Hanura, Fraksi PKB dan Fraksi Golkar.

Beberapa poin revisi yang menjadi perhatian, antara lain, KPK diusulkan tak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. KPK juga dilarang menangani perkara yang nilai kerugian negaranya di bawah Rp 50 miliar.

Selain itu, KPK diusulkan hanya memiliki masa kerja selama 12 tahun.Fungsi pendidikan antikorupsi pada KPK juga diusulkan dihilangkan. Ada juga usulan bahwa hanya Pegawai Negeri Sipil (PNS) Polri, Kejaksaan Agung dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang boleh menjadi pegawai KPK. Revisi UU KPK akhirnya diundur, tapi bukan berarti dibatalkan.

"Sikap Pemerintah tidak jelas terhadap usulan revisi UU KPK," ujar Miko.

Presiden harus jadi "panglima"

Menurut Miko, ketidaktegasan sikap Jokowi sebagai kepala negara membuat jajaran pemerintahan di bawahnya tidak teratur dan satu suara dalam upaya pemberantasan Jokowi. Saat Jokowi menyatakan tegas menolak kriminalisasi dan pelemahan KPK, di sisi lain yang terjadi justru kriminalisasi tetap berjalan dan KPK semakin dilumpuhkan jika revisi UU KPK disahkan.

"Presiden Joko Widodo seharusnya dapat berdiri tegak di depan sebagai panglima perang bersama melawan korupsi. Tanpa itu, agenda pemberantasan korupsi akan sulit dijalankan dan berpotensi tumpul untuk dilakukan," kata Miko.

Miko menilai, kegagalan Jokowi menjalankan agenda pemberantasan korupsi akan berlanjut hingga tahun berikutnya jika tidak ada aksi nyata pemerintah untuk menguatkan gerakan antikorupsi. Jokowi harus memastikan jajarannya satu barisan dalam arus pemberantasan korupsi.

"Hal ini dimulai dari sikap Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan dan bukan menghindar dari tanggung jawab untuk menyelesaikan upaya-upaya yang ditujukan guna melemahkan gerakan antikorupsi," ujar dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Hanya Ada 1,4 Juta Pemilih di Bengkulu, Anies: Saya Datang Bukan Soal Jumlah Penduduk

Hanya Ada 1,4 Juta Pemilih di Bengkulu, Anies: Saya Datang Bukan Soal Jumlah Penduduk

Nasional
Beredar Poster Acara Doa untuk Kemenangan Prabowo-Gibran di Rindam Jaya, TNI AD Bantah

Beredar Poster Acara Doa untuk Kemenangan Prabowo-Gibran di Rindam Jaya, TNI AD Bantah

Nasional
Kampanye Hari Kesepuluh: Anies Blusukan di Lampung, Cak Imin di Jakarta

Kampanye Hari Kesepuluh: Anies Blusukan di Lampung, Cak Imin di Jakarta

Nasional
Rencana Gubernur DKI Jakarta Ditunjuk Presiden, Hasto PDI-P: Rakyat Ingin Pilih Sendiri

Rencana Gubernur DKI Jakarta Ditunjuk Presiden, Hasto PDI-P: Rakyat Ingin Pilih Sendiri

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Usulkan Format Debat Townhall, Audiens Bisa Bertanya Langsung

TPN Ganjar-Mahfud Usulkan Format Debat Townhall, Audiens Bisa Bertanya Langsung

Nasional
Implikasi RUU DKJ bagi Masa Depan Jakarta

Implikasi RUU DKJ bagi Masa Depan Jakarta

Nasional
Di Rumah Pengasingan Bung Karno, Anies: Mereka Mendirikan Republik Bukan Untuk Anak atau Kemanakan

Di Rumah Pengasingan Bung Karno, Anies: Mereka Mendirikan Republik Bukan Untuk Anak atau Kemanakan

Nasional
Kampanye di Bengkulu, Anies Janji Bangun Tempat Pengolahan Ikan dan Perkuat Koperasi Nelayan

Kampanye di Bengkulu, Anies Janji Bangun Tempat Pengolahan Ikan dan Perkuat Koperasi Nelayan

Nasional
Pengakuan Agus Rahardjo Vs Penyangkalan Jokowi

Pengakuan Agus Rahardjo Vs Penyangkalan Jokowi

Nasional
Kritisi RUU DKJ, Timnas Amin: Terasa Sekali Otoritarianisme

Kritisi RUU DKJ, Timnas Amin: Terasa Sekali Otoritarianisme

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Usul Debat Bahasa Inggris, TPN Ganjar-Mahfud: Mereka Lupa Sumpah Pemuda

TKN Prabowo-Gibran Usul Debat Bahasa Inggris, TPN Ganjar-Mahfud: Mereka Lupa Sumpah Pemuda

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Disomasi Advokat | Ganjar Respons Sentilan Gibran

[POPULER NASIONAL] Jokowi Disomasi Advokat | Ganjar Respons Sentilan Gibran

Nasional
Jubir Hadiri Kampanye Ganjar, Timnas Amin: Sudah Minta Maaf, Tak Perlu Diperpanjang

Jubir Hadiri Kampanye Ganjar, Timnas Amin: Sudah Minta Maaf, Tak Perlu Diperpanjang

Nasional
Visi-Misi Capres-Cawapres 2024

Visi-Misi Capres-Cawapres 2024

Nasional
Sejarah Hari Bela Negara dan Konsepnya

Sejarah Hari Bela Negara dan Konsepnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com