Bibit-Chandra dianggap menyalahgunakan wewenang dalam menerbitkan surat cegah. Sementara "kriminalisasi" yang menimpa pimpinan KPK saat ini terjadi setelah KPK menetapkan Komjen BG sebagai tersangka.
Hal tersebut berimbas kepada seluruh Pimpinan KPK yang dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal dengan tuduhan berbeda.
Berawal dari penetapan Bambang Widjojanto sebagai tersangka karena dianggap memengaruhi saksi untuk memberikan keterangan tidak benar dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi tahun 2010. Bambang ditangkap dan langsung diperiksa sebagai tersangka pada Jumat (23/1/2015).
Sehari berselang, pada Sabtu (24/1/2015), giliran Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja yang dilaporkan ke Bareskrim Polri. Ia dianggap melakukan perampasan saham dan aset sebuah perusahaan pemotongan kayu di Kalimantan Timur. Adnan dilaporkan ke Bareskrim Polri pada Sabtu (24/1/2015) oleh pemilik saham PT Teluk Sulaiman Mukhlis Ramlan.
Sementara itu, mengenai Abraham, Pelaksana Tugas Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebut adanya pertemuan Abraham dengan elite PDI-P sebelum Pilpres 2014. Menurut dia, saat itu Abraham melakukan lobi politik agar bisa menjadi cawapres bagi Jokowi.
Abraham juga dilaporkan ke Bareskrim dengam tuduhan pemalsuan identitas untuk paspor. Wakil Ketua KPK Zulkarnain juga dilaporkan ke Bareskrim terkait dugaan gratifikasi saat menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Miko menilai, Presiden Jokowi tidak menunjukkan ketegasan sikap atas penguatan KPK dan agenda pemberantasan korupsi dengan adanya kriminalisasi itu.
"Hingga saat ini belum mengambil langkah signifikan apapun untuk menghentikan kriminalisasi terhadap pimpinan dan penyidik KPK serta pegiat antikorupsi," tutur Miko.
Revisi UU KPK
Salah satu isu yang juga disoroti yaitu masuknya revisi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang KPK ke dalam Program Legislasi Nasional. Di awal kemunculannya, pemerintah dan DPR seolah saling lempar bola atas inisiator revisi UU KPK.
Setelah munculnya draf revisi tersebut, kini jelas siapa yang mengusungnya. Wacana tersebut sempat hilang, namun kini kembali mencuat dengan beredarnya draf revisi UU KPK yang digodok oleh enam fraksi di DPR RI. Keenam fraksi itu adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Nasdem, Fraksi PPP, Fraksi Hanura, Fraksi PKB dan Fraksi Golkar.
Beberapa poin revisi yang menjadi perhatian, antara lain, KPK diusulkan tak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. KPK juga dilarang menangani perkara yang nilai kerugian negaranya di bawah Rp 50 miliar.
Selain itu, KPK diusulkan hanya memiliki masa kerja selama 12 tahun.Fungsi pendidikan antikorupsi pada KPK juga diusulkan dihilangkan. Ada juga usulan bahwa hanya Pegawai Negeri Sipil (PNS) Polri, Kejaksaan Agung dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang boleh menjadi pegawai KPK. Revisi UU KPK akhirnya diundur, tapi bukan berarti dibatalkan.
"Sikap Pemerintah tidak jelas terhadap usulan revisi UU KPK," ujar Miko.
Presiden harus jadi "panglima"
Menurut Miko, ketidaktegasan sikap Jokowi sebagai kepala negara membuat jajaran pemerintahan di bawahnya tidak teratur dan satu suara dalam upaya pemberantasan Jokowi. Saat Jokowi menyatakan tegas menolak kriminalisasi dan pelemahan KPK, di sisi lain yang terjadi justru kriminalisasi tetap berjalan dan KPK semakin dilumpuhkan jika revisi UU KPK disahkan.
"Presiden Joko Widodo seharusnya dapat berdiri tegak di depan sebagai panglima perang bersama melawan korupsi. Tanpa itu, agenda pemberantasan korupsi akan sulit dijalankan dan berpotensi tumpul untuk dilakukan," kata Miko.
Miko menilai, kegagalan Jokowi menjalankan agenda pemberantasan korupsi akan berlanjut hingga tahun berikutnya jika tidak ada aksi nyata pemerintah untuk menguatkan gerakan antikorupsi. Jokowi harus memastikan jajarannya satu barisan dalam arus pemberantasan korupsi.
"Hal ini dimulai dari sikap Presiden Joko Widodo untuk menuntaskan dan bukan menghindar dari tanggung jawab untuk menyelesaikan upaya-upaya yang ditujukan guna melemahkan gerakan antikorupsi," ujar dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.