Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Isi Surat Keberatan Muhammadiyah ke Presiden Terkait Hari Santri

Kompas.com - 19/10/2015, 20:11 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengurus Pusat Muhammadiyah keberatan dengan rencana pemerintah menetapkan Hari Santri yang akan diperingati setiap 22 Oktober. Atas keberatan tersebut, PP Muhammadiyah telah melayangkan surat kepada Presiden Joko Widodo.

"Sikap Muhammadiyah tentang Hari Santri sebagaimana surat PP Muhammadiyah ke Presiden Jokowi yang dikirim hari ini," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti kepada Kompas.com, Senin (19/10/2015).

Menurut dia, sikap itu merupakan hasil keputusan rapat pleno PP Muhammadiyah pada 2 September 2015 lalu. Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir bahkan telah menyampaikan keberatan itu kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama beberapa waktu lalu.

"Ketum sudah sampaikan sikap tersebut kepada Dirjen Pendis yang bersilaturahim ke PP Muhammadiyah pada 9 Oktober lalu," ujarnya.

Berikut kutipan surat yang disampaikan PP Muhammadiyah kepada Presiden Jokowi:

"Nomor : 482/I.O/A/2015 Jakarta, 6 Muharram 1437 H

Lamp : 19 Oktober 2015 M

Hal : Tanggapan Penetapan Hari Santri Kepada Yth Bapak Ir. H. Joko Widodo Presiden Republik Indonesia di Jakarta

Assalamu alaikum Wr. Wb. Atas nama seluruh warga Muhammadiyah kami mendoakan semoga Bapak Presiden senantiasa sehat wal afiat, mendapatkan hidayah, rahmat, dan maunah Allah SWT dalam melaksanakan amanah rakyat untuk memajukan umat, bangsa, dan negara.

Selanjutnya menanggapi rencana penetapan Hari Santri, Pimpinan Pusat Muhammadiyah dapat memahami dan menghargai komitmen Bapak untuk menetapkan Hari Santri untuk memenuhi janji politik dan memberikan penghormatan terhadap jasa umat Islam dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.

Akan tetapi, dalam pandangan kami penetapan Hari Santri potensial menimbulkan sekat-sekat sosial, melemahkan integrasi nasional, dan membangkitkan kembali sentimen keagamaan lama yang selama ini telah mencair dengan baik. Selama ini, umat Islam -termasuk di dalamnya Muhammadiyah- berusaha meminimalkan bahkan jika mungkin menghilangkan sekat-sekat tersebut karena secara politik dan historis sangat kontra produktif serta bertentangan dengan semangat persatuan bangsa.

Penetapan Hari Santri pada tanggal 22 Oktober juga dapat menimbulkan kontroversi, membangkitkan sektarianisme, dan secara historis dapat mengecilkan arti perjuangan umat Islam yang berjuang membentuk dan menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bung Karno secara pribadi adalah seorang santri. Karena itu penetapan Hari Santri pada 22 Oktober dapat menafikan peran para santri dan kalangan Islam yang tidak terlibat dalam peristiwa 22 Oktober.

Sehubungan dengan hal tersebut PP Muhammadiyah berkeberatan dengan penetapan Hari Santri. Kalaupun pada akhirnya harus menetapkan hari bagi kalangan Islam tertentu sebagai janji politik sebaiknya dicarikan nama yang lebih tepat dan bersifat spesifik tanpa mereduksi aspirasi umat Islam secara keseluruhan.

Demikian pandangan kami, semoga Bapak berkenan dengan sikap dan mengabulkan permohonan kami.

PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com