JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Putri Kanesia, menilai negara tidak konsisten dalam membuat ketentuan tentang hukuman mati di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menurut dia, isi Pasal 338 dan 340 KUHP bertentangan dengan isi Pasal 10 KUHP.
Pasal 338 KUHP berbunyi "Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun."
Sedangkan Pasal 340 KUHP berbunyi: "Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun."
"Artinya dari pasal 338 dan 340 itu negara sepakat bahwa tidak boleh ada toleransi terhadap pelaku kejahatan pembunuhan," ujar Putri saat ditemui di Kantor Kontras, Jakarta, Jumat (9/10/2015).
Putri melihat adanya ketidaksesuaian dua pasal tersebut dengan isi pasal lainnya. Contohnya, ketidaksesuaian dengan pasal 10 KUHP yang mengatur tentang tindak pidana. Dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa salah satu hukuman pokok yang berlaku di Indonesia adalah hukuman mati.
Menurut Putri, negara secara tidak langsung negara punya dualisme. Karena, di satu sisi di Pasal 338 dan 340 melarang tindakan pembunuhan yang dilakukan warga Indonesia. Namun, di sisi lain di Pasal 10 negara justru melegalisasi hukuman mati.
"Artinya negara melegalisasi pembunuhan di lain sisi menolak. Secara tidak langsung negara punya dualisme," ujar dia.
Ia menambahkan, Kontras secara tegas menolak hukuman mati. Pemberlakuan hukuman mati dinilai tidak efektif baik dalam memberikan efek jera, menjamin rasa amam, atau bahkan mengevaluasi kerja aparat penegak hukum di banyak negara.
"Kalau berkaca pada kasus terorisme, apakah orang yang melakukan pengeboman layak divonis mati. Dengan divonisnya terpidana terorisme apakah pengeboman itu sudah selesai? tidak kan? Tidak pernah ada efek jera. Itu akan terus terjadi," ucap Putri.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.