Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Dianggap Tak Konsisten dalam Ketentuan Hukuman Mati di KUHP

Kompas.com - 10/10/2015, 03:42 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Divisi Pembelaan Hak Sipil dan Politik Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Putri Kanesia, menilai negara tidak konsisten dalam membuat ketentuan tentang hukuman mati di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menurut dia, isi Pasal 338 dan 340 KUHP bertentangan dengan isi Pasal 10 KUHP.

Pasal 338 KUHP berbunyi "Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun."

Sedangkan Pasal 340 KUHP berbunyi: "Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun."

"Artinya dari pasal 338 dan 340 itu negara sepakat bahwa tidak boleh ada toleransi terhadap pelaku kejahatan pembunuhan," ujar Putri saat ditemui di Kantor Kontras, Jakarta, Jumat (9/10/2015).

Putri melihat adanya ketidaksesuaian dua pasal tersebut dengan isi pasal lainnya. Contohnya, ketidaksesuaian dengan pasal 10 KUHP yang mengatur tentang tindak pidana. Dalam Pasal tersebut disebutkan bahwa salah satu hukuman pokok yang berlaku di Indonesia adalah hukuman mati.

Menurut Putri, negara secara tidak langsung negara punya dualisme. Karena, di satu sisi di Pasal 338 dan 340 melarang tindakan pembunuhan yang dilakukan warga Indonesia. Namun, di sisi lain di Pasal 10 negara justru melegalisasi hukuman mati. 

"Artinya negara melegalisasi pembunuhan di lain sisi menolak. Secara tidak langsung negara punya dualisme," ujar dia.

Ia menambahkan, Kontras secara tegas menolak hukuman mati. Pemberlakuan hukuman mati dinilai tidak efektif baik dalam memberikan efek jera, menjamin rasa amam, atau bahkan mengevaluasi kerja aparat penegak hukum di banyak negara.

"Kalau berkaca pada kasus terorisme, apakah orang yang melakukan pengeboman layak divonis mati. Dengan divonisnya terpidana terorisme apakah pengeboman itu sudah selesai? tidak kan? Tidak pernah ada efek jera. Itu akan terus terjadi," ucap Putri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Ini Status Perkawinan Prabowo dan Titiek Soeharto

Nasional
Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Bersikukuh Rampas Aset Rafael Alun, Jaksa KPK Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

Nasional
Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto, Prabowo: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com