JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Persatuan Pembangunan, Arwani Tomafi, yang sudah menandatangani usulan revisi undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, menyatakan akan mencabut tanda tangannya. Arwani mengaku tidak tahu bahwa dalam draf RUU tersebut, ada sejumlah pasal yang melemahkan KPK.
"Jika disimpulkan bahwa yang tanda tangan itu adalah juga yang setuju dengan seluruh isi draf RUU yang beredar, dan saya tidak tahu-menahu itu, maka saya akan menarik tanda tangan saya," kata Arwani saat dihubungi, Kamis (8/10/2015).
Arwani mengatakan, tidak bisa digeneralisasi bahwa semua yang meneken usulan revisi itu setuju dengan seluruh atau sebagian draf Rancangan UU KPK. Tanda tangan itu dimaksudkan agar revisi UU KPK diusulkan oleh DPR dan dimasukkan program legislatif nasional.
"Jadi tanda tangan saya tidak ada hubungannya dengan isi draf RUU yang beredar," ucapnya.
Arwani menyebutkan, pasal yang tidak disetujuinya dalam draf RUU KPK antara lain Pasal 5 yang membatasi usia KPK hanya 12 tahun. Dia membantah tidak membaca draf saat menandatanganinya. Menurut dia, dalam dokumen yang dibagikan untuk ditandatangani, memang tidak ada penjabaran pasal per pasal.
"Dalam praktiknya selama ini, pengusulan RUU menjadi prioritas atau menggeser RUU dari long list ke prioritas tidak dipersyaratkan harus ada tersedia lengkap draf RUU-nya," ujarnya.
Selain diusulkan oleh sejumlah politisi PPP, revisi UU KPK juga diusulkan oleh sejumlah politisi dari lima fraksi lain di DPR pada rapat Badan Legislasi, Selasa (6/10/2015). Lima fraksi lain adalah PDI-P, Nasdem, Hanura, PKB, dan Golkar.
Beberapa poin revisi yang menjadi perhatian dalam draf RUU itu adalah KPK diusulkan tidak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. KPK juga dilarang menangani perkara yang nilai kerugian negaranya di bawah Rp 50 miliar.
Selain itu, KPK diusulkan hanya memiliki masa kerja selama 12 tahun.Fungsi pendidikan antikorupsi pada KPK juga diusulkan dihilangkan. Ada juga usulan bahwa hanya pegawai negeri sipil (PNS) Polri, Kejaksaan Agung dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang boleh menjadi pegawai KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.