"Dari 288 entitas bisnis yang teridentifikasi, sebanyak 11 persen atau 32 perusahaan memiliki potensi konflik kepentingan langsung dengan jabatan, wewenang, dan tugas anggota DPR yang bersangkutan," kata peneliti ICW, Siti Juliantari, di Jakarta, Rabu (7/10/2015).
Hasil itu diperoleh ICW setelah melakukan penelitian dalam kurun waktu Juli hingga Agustus 2015. ICW memilih secara acak anggota DPR yang memiliki latar belakang pengusaha.
Menurut data ICW, dari 560 anggota DPR 2014-2019, sebanyak 52,3 persen di antaranya berlatar belakang pengusaha. Hasil penelitian ICW juga menyebutkan bahwa 32 perusahaan yang berpotensi memiliki kepentingan tersebut dimiliki 26 anggota DPR yang berasal dari Komisi I, III, IV, V, VI, VII, dan IX.
Sebagian besar jenis usaha yang berpotensi konflik kepentingan berkaitan dengan industri pengolahan.
"Kelompok ini di dalamnya adalah pengolahan hasil tambang, sawit, pertanian, perkebunan hingga kayu, makanan, minuman, tekstil, farmasi, karet, komputer, alat angkutan, dan industri pengolahan lainnya," kata Siti Juliantari.
Ia menambahkan, 11 persen anggota DPR yang memiliki potensi konflik kepentingan dengan usahanya tersebut belum mengikutsertakan analisis konflik kepentingan dengan keluarga atau saudara anggota DPR yang bersangkutan.
Menurut Siti, adanya potensi konflik kepentingan anggota DPR dengan bisnisnya ini menunjukkan tidak tegasnya penerapan Undang-Undang tentang MPR/DPR/DPD.
"Sebenarnya, UU MD3 sudah tegas mengatur potensi konflik kepentingan melalui larangan rangkap jabatan. Tidak lagi boleh lakukan aktivitas sebagai pengacara, notaris, atau di berbagai lembaga yang bersumber dari APBN, APBD," kata Siti.
Di samping itu, masalah ini menunjukkan bahwa kode etik DPR belum efektif mengatur potensi konflik kepentingan. Meski demikian, ada dua pasal dalam peraturan DPR yang mengatur mengenai potensi konflik kepentingan tersebut, yakni Pasal 2 dan Pasal 6.
Menurut Pasal 2 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik Anggota DPR, anggota dalam setiap tindakannya harus mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan.
Adapun menurut Pasal 6, sebelum mengemukakan pendapatnya dalam pembahasan suatu permasalahan tertentu, anggota harus menyatakan di hadapan seluruh peserta rapat jika ada suatu keterkaitan antara permasalahan yang sedang dibahas dan kepentingan pribadi di luar kedudukannya sebagai anggota.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.