Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu Tahun DPR, Koalisi Cair yang Permanen (1)

Kompas.com - 01/10/2015, 15:00 WIB

KIH dan KMP sebelumnya juga menjadi dua koalisi yang saling berhadapan. Ketegangan di antara keduanya secara umum terjadi pada perombakan sejumlah produk undang-undang serta perebutan kursi pimpinan MPR dan DPR.

Terakhir, kasus kehadiran Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dalam jumpa pers politik bakal calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump, pada awal September lalu, menjadi ketegangan baru di antara dua koalisi di DPR. Apalagi, hal ini juga dibarengi dengan wacana perubahan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2015 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, terutama terkait dengan upaya mengubah komposisi pimpinan DPR serta pimpinan alat kelengkapan DPR. Tentu, wacana ini akan menghasilkan kegaduhan dan ketegangan baru di Parlemen.

Terkait dengan fakta politik seperti ini, jajak pendapat Kompas yang digelar menjelang pelantikan Jokowi menjadi presiden tahun lalu, sebanyak 70 persen responden berharap Jokowi lebih terbuka dan "berkompromi" pada realitas politik tersebut dengan aktif membangun komunikasi politik.

Pola koalisi

Meski KIH dan KMP sempat menjadi koalisi yang dengan tegas saling berhadapan, perjalanan politik di Parlemen dalam satu tahun ini makin menguatkan sinyalemen bahwa pola koalisi yang dibangun akhirnya ditentukan oleh kesamaan kepentingan politik. Ini membuat koalisi yang dibangun jadi sangat cair, tergantung dari kepentingan pihak masing-masing.

Selain sikap PAN yang akhirnya memilih bergabung dengan KIH, hal ini juga terlihat dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Sebagian besar koalisi yang ada tidak sejalan dengan pola koalisi KIH dan KMP di tingkat pusat.

Hasil kajian Litbang Kompas mencatat, sebanyak 77,7 persen partai politik dalam pilkada serentak tahun ini cenderung membangun koalisi yang bersifat campuran. Ini menguatkan dugaan selama ini bahwa kepentinganlah yang membuat koalisi itu bersifat cair dan koalisi yang cair itulah yang lebih bersifat permanen. Tentu, hal ini pula yang berdampak pada semakin merosotnya citra partai di hadapan publik. (Litbang Kompas)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 1 Oktober 2015, di halaman 5 dengan judul "Koalisi Cair yang Permanen".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com