Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini, MKD Putuskan Empat Kasus Anggota Dewan

Kompas.com - 28/09/2015, 09:15 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, Senin (28/9/2015), akan memutus empat perkara dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota Dewan. Pembacaan putusan tersebut rencananya akan digelar secara terbuka.

"Hari ini kita ada empat perkara, yaitu Krisna Mukti, Frans Agung Mula Putra, Muchlisin dan Henry Yosodiningrat," kata Wakil Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad saat dihubungi, Senin (28/9/2015).

Saat disinggung apa saja putusan yang akan diberikan MKD, Dasco enggan membeberkannya. Ia mengatakan, sebagai anggota MKD, dirinya tak diperkenankan untuk membeberkan materi aduan dan hasil verifikasi yang dilakukan sampai perkara yang dilaporkan diputus. Hal itu sesuai dengan Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara MKD.

"Nanti kan sidangnya terbuka, bisa dilihat langsung putusannya bagaimana," ujarnya.

Untuk diketahui, kasus Krisna Mukti bermula dari laporan istrinya, Devi Nurmayanti, pada 28 Mei 2015. Devi merasa politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu telah menelantarkan dan tidak pernah memberikan nafkah keluarganya.

Sementara, Frans Agung dilaporkan mantan stafnya, Denty Noviany Sari atas kasus dugaan penggunaan gelar doktor palsu. Denty mengaku, Frans sempat meminta dirinya membuat kartu nama dengan mencantumkan gelar tersebut.

Namun, pengacara Denty, Jamil mengatakan, gelar doktor itu palsu karena Frans belum menyelesaikan studi S3-nya di Universitas Satyagama, Jakarta.

Henry Yosodiningrat dilaporkan mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Soehandoyo, atas dugaan pelanggaran kode etik karena menggunakan kop surat lembaga DPR untuk kepentingan pribadi dan intervensi terhadap pihak kepolisian.

Kuasa hukum Soehandoyo, Adi Warman mengatakan, kasus itu bermula saat Henry terpilih sebagai Komisaris PT Panca Logam Makmur di Sulawesi Tenggara.

Seperti diberitakan Tribunnews.com, awalnya susunan direksi dan komisaris PT Panca Logam Makmur adalah Tommy Jingga selaku direktur dan RJ Soehandoyo selaku komisaris, yang dipilih melalui rapat di hadapan notaris.

Namun seiring berjalannya waktu, Tommy Jingga selaku direktur terlibat kasus dan terbukti bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan bersama-sama dengan Manajer Keuangan, PT Panca Logam Makmur, Fahlawi Mudjur Saleh Wahid.

RJ Soehandoyo selaku komisaris pun segera menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk memilih direksi definitif perusahaan. Namun, dalam kesempatan itu para pemegang saham mayoritas tidak berkenan hadir sehingga RUPS pemilihan direksi definitif tidak kunjung terlaksana.

Dugaan ketidakhadiran mereka karena takut adanya audit perusahaan. Pada gilirannya, pemegang saham mayoritas justru melakukan RUPS melakukan pergantian pengurus perusahaan secara sepihak dan berulang kali hingga akhirnya anggota DPR RI, Henry Yosodiningrat ditawari menjadi Komisaris Utama di PT Panca Logam Makmur dan diberikan saham 10 persen.

Penawaran menjadi komisaris itu diduga berkaitan dengan posisi Henry sebagai anggota DPR RI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com