"Masyarakat umum saja yang terlibat kasus hukum responsnya bisa langsung cepat, tetapi kenapa terhadap pejabat birokrasinya justru seperti itu?" kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito, kepada Kompas.com, Rabu (23/9/2015).
Arie mengatakan, putusan tersebut memberikan ketidakadilan terhadap masyarakat. Selain itu, menurut dia, hal itu menunjukkan adanya intervensi berlebihan dari eksekutif terhadap lembaga penegak hukum yang akan bekerja.
"Pemanggilan itu kan domain hukum, tetapi dengan adanya putusan itu, intervensi eksekutif terlalu berlebihan. Artinya, proteksi terhadap pejabat tinggi sekali," ujar Arie.
Ia menambahkan, masyarakat haus rasa keadilan hukum. Seharusnya, MK bisa menjawabnya dengan memberikan putusan yang adil, bukan justru memberikan proteksi kepada pejabat.
Harus izin presiden
MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon atas uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Dalam amar putusan, hakim konstitusi Arief Hidayat memaparkan bahwa frasa "persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan" dalam Pasal 245 ayat (1) UU MD3 diubah menjadi "persetujuan tertulis dari presiden" sehingga dimaknai pemanggilan dan permintaan keterangan terhadap anggota DPR, yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugas, harus mendapat persetujuan presiden.
Pemohon perkara nomor 76/PUU-XI/2014 adalah Supriyadi Widodo Eddyono sebagai pemohon I dan Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana sebagai pemohon II.
Pada kesempatan yang sama, permohonan dengan nomor perkara 83/PUU-XII/2014 juga mengajukan permohonan yang sama, yaitu terkait aturan penyidikan anggota DPR pada Pasal 245 UU MD3. Pemohon permohonan tersebut adalah Febi Yonesta dan Rizal.
"Frasa persetujuan tertulis pada Pasal 245 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai persetujuan presiden," kata Arief, saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (22/9/2015).
Pasal 245 UU MD3 mengatur tentang perlindungan terhadap anggota DPR berupa pemberian izin oleh Mahkamah Kehormatan Dewan DPR selama 30 hari apabila penegak hukum hendak memanggil anggota DPR untuk dimintai keterangan terkait suatu tindak pidana.
Putusan MK ini tidak hanya berlaku bagi anggota DPR, tetapi juga pada anggota MPR dan DPD. Adapun untuk anggota DPRD provinsi, izin pemanggilan harus mendapat persetujuan menteri dalam negeri, sementara pemanggilan anggota DPRD kabupaten/kota harus mendapat izin gubernur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.