Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MK Dianggap Beri Proteksi kepada Pejabat

Kompas.com - 23/09/2015, 09:15 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Putusan Mahkamah Konstitusi terkait prosedur pemeriksaan anggota DPR, MPR, dan DPD yang terlibat kasus hukum dinilai memberikan proteksi tinggi kepada mereka. Sebab, prosedur yang harus dilalui aparat hukum dalam menjalankan tugasnya akan semakin rumit dan berbelit.

"Masyarakat umum saja yang terlibat kasus hukum responsnya bisa langsung cepat, tetapi kenapa terhadap pejabat birokrasinya justru seperti itu?" kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito, kepada Kompas.com, Rabu (23/9/2015).

Arie mengatakan, putusan tersebut memberikan ketidakadilan terhadap masyarakat. Selain itu, menurut dia, hal itu menunjukkan adanya intervensi berlebihan dari eksekutif terhadap lembaga penegak hukum yang akan bekerja.

"Pemanggilan itu kan domain hukum, tetapi dengan adanya putusan itu, intervensi eksekutif terlalu berlebihan. Artinya, proteksi terhadap pejabat tinggi sekali," ujar Arie.

Ia menambahkan, masyarakat haus rasa keadilan hukum. Seharusnya, MK bisa menjawabnya dengan memberikan putusan yang adil, bukan justru memberikan proteksi kepada pejabat.

Harus izin presiden

MK mengabulkan sebagian permohonan pemohon atas uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Dalam amar putusan, hakim konstitusi Arief Hidayat memaparkan bahwa frasa "persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan" dalam Pasal 245 ayat (1) UU MD3 diubah menjadi "persetujuan tertulis dari presiden" sehingga dimaknai pemanggilan dan permintaan keterangan terhadap anggota DPR, yang diduga melakukan tindak pidana sehubungan dengan pelaksanaan tugas, harus mendapat persetujuan presiden.

Pemohon perkara nomor 76/PUU-XI/2014 adalah Supriyadi Widodo Eddyono sebagai pemohon I dan Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana sebagai pemohon II.

Pada kesempatan yang sama, permohonan dengan nomor perkara 83/PUU-XII/2014 juga mengajukan permohonan yang sama, yaitu terkait aturan penyidikan anggota DPR pada Pasal 245 UU MD3. Pemohon permohonan tersebut adalah Febi Yonesta dan Rizal.

"Frasa persetujuan tertulis pada Pasal 245 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum sepanjang tidak dimaknai persetujuan presiden," kata Arief, saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (22/9/2015).

Pasal 245 UU MD3 mengatur tentang perlindungan terhadap anggota DPR berupa pemberian izin oleh Mahkamah Kehormatan Dewan DPR selama 30 hari apabila penegak hukum hendak memanggil anggota DPR untuk dimintai keterangan terkait suatu tindak pidana.

Putusan MK ini tidak hanya berlaku bagi anggota DPR, tetapi juga pada anggota MPR dan DPD. Adapun untuk anggota DPRD provinsi, izin pemanggilan harus mendapat persetujuan menteri dalam negeri, sementara pemanggilan anggota DPRD kabupaten/kota harus mendapat izin gubernur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com