JAKARTA, KOMPAS.com - Program Officer bidang Monitor dan Advokasi di Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Djafar, kecewa dengan Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM) yang masuk ke dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sebab, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) dinilai sudah buruk dengan hanya memasukkan dua jenis kejahatan.
Wahyudi memaparkan, ada empat jenis kategori kejahatan HAM berat, yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, genosida, dan agresi. Namun, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM hanya mengambil dua jenis kejahatan, yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida.
“Rancangan KUHP kita mencampuradukkan keempat kejahatan ini dalam satu pasal. Jadi, rancangan ini lebih buruk dari Undang-Undang HAM yang sudah buruk,” ujar Wahyudi dalam diskusi Aliansi Nasional Reformasi KUHP di Jakarta, Kamis (17/9/2015).
Terlebih jika menggunakan asas legalitas, menurut dia, maka semua kejahatan yang dilakukan sebelum KUHP baru itu disahkan, tidak akan bisa diadili. Karena itu, konsep rumusan yang dipaksakan akan menjadi persoalan.
“Secara konstitusional, ketentuan yang berlaku retroaktif untuk pidana HAM dinyatakan sah dan legal. Kenapa tiba-tiba dimatikan oleh R-KUHP?” ujar Wahyudi.
Selama ini, revisi KUHP dianggap dilakukan untuk melakukan kodifikasi atau penyatuan semua hukum pidana dalam satu regulasi khusus. Dengan adanya kodifikasi hukum pidana nasional, maka segala macam ketentuan perundang-undangan pidana, rencananya akan disatukan secara sistematis ke dalam satu buku khusus.
Padahal, saat ini ada sejumlah UU pidana khusus yang dibuat di luar KUHP. Beberapa UU di luar KUHP tersebut di antaranya mengatur tentang HAM, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana korupsi, dan lain sebagainya.
Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Prof Romli Atmasasmita menilai, kodifikasi justru akan merusak kepastian hukum di Indonesia. Ia menilai jika revisi KUHP disetujui, Indonesia akan mengalami kemunduran dalam penegakan hukum. (Baca: Kodifikasi dalam Revisi KUHP Dianggap Kemunduran dalam Penegakan Hukum)
“Kita sudah sejak tahun 1955 sudah keluar dari kodifikasi total (pembukuan jenis-jenis hukum dalam satu kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap). Menurut saya ini justru kita menarik mundur sejarah, Padahal yang kita tarik ini aturan loh, yang sudah mengikat publik,” ujar Romli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.