Menurut Dahnil, kehadiran Novanto dan Fadli dalam kampanye Trump telah memunculkan spekulasi negatif untuk DPR dan Indonesia.
Dahnil menilai kedua pimpinan DPR tersebut secara sadar telah menerima dijadikan sebagai materi kampanye oleh Trump. Padahal, Novanto dan Fadli berkunjung ke AS menggunakan fasilitas negara dalam rangka kunjungan kerja.
"Tapi, mereka justru tampil dan digunakan oleh Donald Trump sebagai materi kampanye. Saya kira mereka harus meminta maaf kepada rakyat Indonesia," kata Dahnil saat dihubungi, Jumat (4/9/2015) malam.
Selanjutnya, Dahnil meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) meminta penjelasan dari Novanto dan Fadli terkait polemik ini. Sanksi layak diberikan karena Dahnil menilai kedua pimpinan DPR itu melanggar etika pergaulan internasional.
"Tidak etis pejabat negara hadir dalam kampanye capres negara lain. Sebagai politisi mereka sangat naif," ujar Dahnil.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir mengatakan bahwa kunjungan yang dilakukan pimpinan DPR RI di AS adalah untuk menghadiri tiga kegiatan yang berkaitan dengan agenda parlemen.
Adapun tiga agenda itu adalah sidang The 4th World Conference of Speakers Inter Parliamentary Union (IPU) di New York, bertemu dengan speaker house di Kongres Amerika, dan bertemu diaspora Indonesia di AS.
"Sudah jelas bahwa kunjungan itu dilakukan oleh parlemen, bukan dilakukan oleh pemerintah," ujar Arrmanatha.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana juga mempertanyakan sikap pimpinan DPR yang bertemu Donald Trump. Terlebih lagi, dalam pertemuan tersebut, Novanto sempat mengklaim bahwa rakyat Indonesia menyukai sosok Trump. Dalam kesempatan itu, Trump bertanya kepada Novanto.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan