Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Di Mana Pimpinan Polri Saat Anak Buahnya Sewenang-wenang?

Kompas.com - 24/08/2015, 17:35 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Koordinator Bidang Advokasi Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani meminta pimpinan Polri memantau kerja jajaran kepolisian. Menurut catatan KontraS, dalam empat bulan terakhir, tujuh orang meninggal dunia dan 16 lainnya luka-luka, diduga akibat disiksa selama proses hukum di kepolisian.

"Ke mana pimpinan Polri itu saat anak-anak buahnya bertindak sewenang-wenang? Kami minta pimpinan Polri ikut memantau skill polisi di daerah-daerah agar tidak sewenang-wenang lagi," ujar Yati dalam konferensi pers di Sekretariat KontraS, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (24/8/2015).

KontraS menganggap, Polri, mulai dari tingkat kepolisian sektor, kepolisian resor, kepolisian daerah hingga Polri, tidak memiliki standar yang sama dalam penanganan suatu perkara pidana.

Penanganan perkara oleh suatu satuan kepolisian bisa baik sekali dalam perspektif hak asasi manusia (HAM). Namun, penanganan perkara serupa bisa sangat buruk dari persepktif HAM di satuan kepolisian lainnya.

Padahal, lanjut Yati, kepolisian sebenarnya sudah punya standar penanganan perkara, yakni diatur dalam KUHAP dan Peraturan Kapolri. Namun, entah mengapa, masih saja ada korban jiwa dan luka ketika kepolisian tengah menangani suatu perkara akibat disiksa.

"Polisi menggunakan hak diskresinya tanpa mendasarinya dengan hukum yang ada. Ya, contohnya itu, menangkap tanpa ada alat bukti cukup. Karena mau mengejar keterangan, akhirnya disiksa," ujar Yati.

KontraS beranggapan, kemampuan serta pengetahuan polisi dalam menyelidiki dan menyidik satu kasus sangat minim. Aksi penyiksaan demi mendapatkan keterangan dianggap jalan pintas polisi demi mengungkap suatu tindak pidana.

Catatan KontraS, tujuh orang tewas dalam empat kasus. Korban pertama tercatat pada 8 Mei 2015, yakni RS (16). Korban ditangkap Jatanras Polres Samarinda bersama rekannya terkait tuduhan pencurian sepeda motor. Menurut KontraS, RS dipaksa mengaku melakukan pencurian dengan cara disiksa. Sebelum meninggal dunia, korban sempat muntah-muntah.

Kedua, 8 Juni 2015, KontraS menerima aduan dugaan penyiksaan oleh anggota Polsek Serpong terhadap 19 warga Lampung Timur. Lima orang di antaranya meninggal dunia.

Belasan orang itu awalnya ditangkap dengan sangkaan terlibat sindikat pencurian sepeda motor. Namun, karena tak ditemukan adanya bukti cukup kuat, 14 orang dibebaskan, dan lima lainnya dilaporkan meninggal dunia dengan luka tembak. Bahkan, salah satu di antaranya meninggal dengan kondisi patah tulang leher.

Ketiga, 22 Juni 2015, KontraS menerima aduan dugaan penyiksaan oleh anggota Polsek Widang, Tuban, terhadap anak di bawah umur berinisial VA (12).

Kasus ini diawali laporan tetangga VA bahwa sepeda motornya dicuri. Pencurian diduga dilakukan oleh VA. Setelah menangkap VA, menurut laporan, polisi kemudian menyiksa agar ia mengakui perbuatan tersebut. Namun, VA akhirnya dilepas karena tuduhan tak terbukti.

Keempat, tanggal 7 Agustus 2015, KontraS menerima pengaduan kasus kematian Suharli yang diduga dilakukan oleh anggota Polres Bangka. Peristiwa ini diawali penangkapan seorang pengguna narkoba. Si pengguna mengaku mendapat narkoba dari Suharli.

Polisi pun menangkap Suharli saat berada di kediaman salah satu anggota polisi. Korban kemudian diinterogasi, dan disiksa agar menunjukkan barang bukti. Suharli meninggal, diduga karena penyiksaan itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com