Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemerdekaan dan Persatuan

Kompas.com - 18/08/2015, 15:00 WIB

Oleh: Azyumardi Azra

JAKARTA, KOMPAS - Dalam pandangan pengamat Barat atau indonesianis, Indonesia adalah miracle, mukjizat atau keajaiban. Banyak juga dari mereka menyebut Indonesia improbable nation, (negara) bangsa yang tidak mungkin (bertahan). Bagi mereka, pluralitas Indonesia membuat tidak mungkin Indonesia dalam persatuan dan integrasi.

Sebut misalnya JS Furnivall, ahli dan administrator asal Inggris yang dalam karyanya, Netherlands East Indies: A Study of Plural Economy (1944), memperkenalkan konsep masyarakat plural dengan Indonesia jadi salah satu contoh paling mencengangkan. Menurut dia, masyarakat plural adalah masyarakat yang terdiri atas dua unsur atau lebih tatanan sosial yang hidup berdampingan, tapi tanpa bercampur dalam satu unit politik.

Bagi Furnivall, keadaan ini memburuk di Hindia Belanda menjelang Perang Dunia II karena pembagian kerja seperti kasta dengan kelompok etnis-agama memainkan peran ekonomi berbeda. "Inilah 'segregasi sosial' yang menghasilkan karakter politik paling tidak terselesaikan, yaitu kurangnya kemauan politik bersama," tulis Furnivall.

Dengan keadaan itu, menurut dia, jika formula politik 'federalis' gagal dirumuskan, pluralitas Indonesia berujung pada anarki mengerikan. Namun, doomed scenario Furnivall, alhamdulillah, tidak jadi kenyataan. Setelah Perang Dunia II, Hindia Belanda menjadi Indonesia merdeka. Kebangkitan sentimen etnoreligius dari waktu ke waktu di negeri ini gagal memecah belah Indonesia.

Furnivall boleh jadi terlalu pesimistis dan agaknya tidak melihat ada sejumlah faktor pemersatu di tengah pluralisme negeri ini. Namun, berbagai masalah yang mengancam persatuan dan integrasi Indonesia juga selalu muncul dari waktu ke waktu.

Indonesia telah 70 tahun menempuh kemerdekaan, melawan banyak kesulitan dan ketidakmungkinan, halangan dan rintangan. Akan tetapi, kecemasan terhadap masa depan Indonesia bersatu di tengah pluralitas tetap bertahan di kalangan pengamat dan banyak warga karena melihat peningkatan problem ekonomi, politik, dan sosial budaya.

Dalam konteks itu terlihat signifikansi sejumlah poin yang dikemukakan Presiden Joko Widodo dalam pidato tahunan, pidato kenegaraan dalam rangka HUT Ke-70 Proklamasi Kemerdekaan RI, dan pidato penyampaian keterangan pemerintah atas RUU APBN 2016. Presiden, misalnya, menyatakan, kunci mengatasi (berbagai) persoalan itu adalah persatuan. "Sejarah telah mengajarkan kepada kita, kunci untuk mengatasi (berbagai) persoalan tersebut adalah persatuan."

Sayang, Presiden tidak memberikan kerangka konseptual, visioner, dan praksis bagaimana persatuan itu dapat diperkuat. Presiden hampir tidak menyinggung faktor fundamental yang membuat negara-bangsa Indonesia ini tetap bersatu.

Menurut analisis diksi tiga pidato Presiden menjelang peringatan 70 tahun proklamasi kemerdekaan, Presiden menyebut UUD 1945 hanya dua kali, NKRI dan Pancasila masing-masing satu kali, dan sama sekali absen menyebut Bhinneka Tunggal Ika atau kemajemukan dan keragaman Indonesia yang diikat persatuan dan kesatuan (Kompas, 15/8, halaman 5).

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com