JAKARTA, KOMPAS.com — Joko Widodo (Jokowi) menyadari begitu dilantik sebagai Presiden, dirinya langsung mengambil kebijakan yang tidak populer. Jokowi merasa dirinya dianggap seakan-akan tidak membela kepentingan rakyat ketika harus menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
"Saya pahami, kebijakan yang saya ambil di awal pemerintahan tidak populer. Seakan-akan tidak berpihak pada rakyat. Tapi moral saya harus menyatakan bahwa saya harus bertindak dan menghilangkan hal yang tidak benar sehingga langkah pertama saya adalah mengurangi subsidi dan mengalihkannya ke jaring pengamanan sosial," ujar Jokowi dalam pidato kenegaraan yang disampaikannya dalam sidang bersama DPD dan DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2015).
Jokowi menyatakan, pemerintah ingin menjaga APBN tetap sehat. Sepanjang tahun 2014, APBN sebesar Rp 240 triliun hanya dihabiskan untuk subsidi BBM yang dinikmati oleh para pemilik mobil pribadi, bukan masyarakat miskin, masyarakat kepulauan, ataupun masyarakat pegunungan. Hal tersebut dianggap Jokowi sebagai praktik yang tidak benar.
"Uang sebesar itu bisa digunakan untuk bangun sekolah, rumah sakit, dan bangun lebih banyak lagi infrastruktur. Pemerintah sadari, kebijakan pengalihan BBM akan mengurangi kenyamanan hidup kita. Namun, untuk jangka panjang, kebijakan yang dirasa pahit pasti akan berbuah manis," papar Jokowi.
Dalam pidato kali ini, Jokowi kembali menekankan target pemerintah untuk melakukan perbaikan fundamental ekonomi dari yang bersifat konsumtif menuju produktif. Subsidi BBM yang dianggap konsumtif dialihkan untuk menggarap sisi produktif seperti pengembangan industri dan pembangunan infrastruktur.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.