Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Akan Kaji Rekomendasi NU tentang Hukuman Mati Koruptor

Kompas.com - 06/08/2015, 15:21 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno menyatakan bahwa pemerintah akan mengkaji rekomendasi Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama mengenai hukuman mati untuk pembunuh, perampok, bandar narkoba, dan koruptor. Tedjo mengaku belum dapat memberikan persetujuan atau menolak rekomendasi itu sebelum adanya kajian.

"Nanti kita kaji, pemerintah akan lakukan kajian. Kita belum ketemu (dengan NU) dan baru dengar," kata Tedjo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (6/8/2015).

Tedjo menuturkan, pemerintah selalu mendapat rekomendasi hasil Muktamar NU ataupun Muhammadiyah. Ia berjanji kajian akan dilakukan mendalam dan pemerintah akan menyikapinya sebaik mungkin.

"Karena NU dan Muhammadiyah pasti lapor ke Presiden. Hasil muktamarnya ini, kita kaji. Kita akan berikan yang terbaik pada masyarakat," ujarnya.

Dalam kesempatan terpisah, Jaksa Agung HM Prasetyo mengaku sepakat dengan rekomendasi Muktamar ke-33 NU mengenai ancaman hukuman mati untuk pelaku pembunuhan, perampok, bandar dan pengedar narkoba, serta koruptor. (Baca: Jaksa Agung Sepakat dengan NU soal Hukuman Mati untuk Koruptor)

Secara khusus, Prasetyo menilai bahwa ancaman hukuman untuk kejahatan korupsi harus diperberat. "Harus dilakukan dan (hukuman koruptor) harus lebih dari apa yang kita lakukan sekarang," ujarnya.

Ia melanjutkan, ancaman hukuman mati untuk terpidana korupsi berlaku di Indonesia dalam kondisi tertentu, misalnya saat korupsi dilakukan berkaitan dengan bantuan bencana alam atau kondisi kritis lainnya.

"Termasuk unsur pemberat yang bisa dijadikan alasan koruptor bisa dihukum mati. Tapi kan semua yang memutuskan pengadilan," ucapnya.

Komisi Bahtsul Masa'il Waqi'iyah dalam Muktamar ke-33 NU sepakat atas penerapan hukuman mati. Ancaman hukuman mati dianggap layak diberikan untuk pelaku pembunuhan, produsen, pemasok, pengedar narkoba, perampok, dan koruptor.

Sebelum dibahas dalam muktamar, puluhan ulama NU telah melakukan pertemuan di Yogyakarta untuk menyusun usulan pemberantasan tindak pidana korupsi yang salah satunya merekomendasikan hukuman mati bagi koruptor. Koruptor dianggap layak dihukum mati karena dampak dari perbuatannya memberikan dampak kerugian yang luar biasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com