Namun, sekian lama desa-desa terlupakan dan belum mendapat perhatian langsung dari pemerintah. Selama ini desa selalu dipandang sebagai obyek pembangunan yang mengandalkan tetesan sisa anggaran pembangunan perkotaan. Dampaknya, desa menjadi daerah tertinggal dan minim pembangunan.
Cara pandang pembangunan tersebut di Indonesia mengidap kekeliruan fatal. Jadilah Jakarta sebagai pusat pemerintahan, yang identik dengan pusat kebijakan. Pasalnya, pusat kebijakan ini sering kali dimaknai, dipercayai, hingga didesakkan juga sebagai pusat pembangunan.
Kebijakan yang "kalap" ini telah begitu menghunjam dengan menjadikan kota sebagai pusat segalanya. Akibatnya, konsentrasi pembangunan selama ini sungguh-sungguh terpusat di kota-kota. Desa pun terabaikan, tak ada kemajuan di desa. Lalu desa ditinggalkan warga terbaik dengan urbanisasi ke kota. Akibatnya, ribuan desa jadi desa tertinggal. Tak ayal, terjadi kepincangan pembangunan, ketidakadilan pusat dan daerah, kota dan desa.
Sekarang telah lahir Undang- Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Hal ini jelas merupakan sebuah capaian besar dalam proses berbangsa dan kenegaraan Indonesia. UU ini telah memberi arah yang benar bagi proses pembangunan di Indonesia dan menjadi harapan besar bagi masyarakat desa. Desa sebagai entitas yang punya sifat dan ciri khas dapat membangun desanya dengan modal kekuatan dan peluang yang dimiliki.
Pemberdayaan
Amanat UU Desa makin kuat karena menjadi cita-cita mulia, yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam negara kesatuan. Pengaturan desa dalam UU Desa berlandaskan pada asas rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal-usul dan asas subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa.
Asas utama ini hendak mengukuhkan adanya keberagaman yang selama ini bersemayam di desa. Karena itu, perlu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di masyarakat desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Desa-desa di negeri kita sangat menonjol dalam hal kebersamaan, kegotongroyongan, kekeluargaan, tradisi musyawarah, demokrasi, dan kemandirian. Di sini, hanya perlu penguatan dalam hal partisipasi warga desa turut berperan aktif dalam pembangunan desa. Begitupun, penguatan dalam hal kesetaraan yang berarti kesamaan warga desa dalam kedudukan dan peran tanpa membeda-bedakan dari segi agama, etnis, jender, status sosial, dan lainnya.