Peta politik bisa berubah
Memang menjadi tidak mudah tatkala presiden berada di antara kekuatan-kekuatan politik lain. Ini konsekuensi ketika presiden bukanlah ketua partai dan bukan pemilik mayoritas suara. Apalagi cap sangat sinikal sebagai "petugas partai" kerap keluar dari PDI-P, yang sebetulnya tidak pada tempatnya lagi. Padahal, Presiden Jokowi selama ini harus benar-benar kuat menghadapi tekanan aksi-aksi manuver Koalisi Merah Putih yang menguasai parlemen, yang sering kali membuat program pemerintah tidak berjalan mulus. Namun dalam takaran tertentu, Presiden Jokowi juga sering diusik oleh gerakan-gerakan di internal Koalisi Indonesia Hebat.
Jadi, ada benarnya juga ketika terjadi reshuffle, Presiden Jokowi diminta menyiapkan tempat untuk KMP. PDI-P juga yang justru mewacanakan politisi KMP supaya dapat masuk kabinet. Pada Jumat (3/7), Wakil Sekjen PDI-P Ahmad Basarah menyampaikan usulan reshuffle kabinet kepada Presiden Jokowi.
"Presiden harus berusaha agar menteri-menteri jajaran parpol di luar KIH itu dapat ditarik masuk kabinet untuk membangun pemerintahan," kata Basarah. Tentu ini alasan praktis agar pemerintah tidak lagi mendapat gangguan. Peta politik relasi eksekutif (pemerintah) dan legislatif (DPR) kemungkinan berubah.
Setidaknya perlawanan parlemen tidak sesengit ketika KMP tidak mendapat posisi sama sekali di pemerintahan (kabinet). Namun, alasan substantifnya adalah saatnya membangun negeri ini secara bersama-sama, bahu-membahu, gotong royong. Bagaimana pun tidak elok rasanya mengurus negeri besar ini hanya diisi dengan saling tuding dan saling ganggu. Terlalu pandir rasanya jika tetap melanggengkan perseteruan di era Pilpres 2014.
Lantas, apakah jadi reshuffle kabinet? Sekarang masih suasana Ramadhan dan baru saja kita ditimpa bencana jatuhnya pesawat Hercules di Medan yang membuat bangsa ini berduka.
Bisa jadi setelah Lebaran, reshuffle menteri-menteri benar-benar dilakukan. Hanya saja Presiden Jokowi perlu diingatkan bahwa reshuffle tidak hanya di tingkat menteri, tetapi juga di sejumlah tingkatan yang dinilai tidak cakap di posisinya.
Contohnya di staf kepresidenan. Bagaimana mungkin kesalahan terjadi berulang-ulang? Masak presiden harus menarik atau merevisi lagi peraturan pemerintah atau peraturan presiden yang diteken sendiri. Di sini dibutuhkan staf kepresidenan yang mumpuni di bidangnya.
Oleh karena itu, Presiden harus benar-benar mengevaluasi semua lini dan tingkatan. Jabatan menteri atau posisi-posisi strategis negeri ini benar-benar diisi orang-orang yang mau bekerja keras, tangguh, pantang menyerah, cakap, dan kredibel, serta berintegritas tinggi.
Tidak ada tempat bagi mereka yang tidak cakap dan tidak kredibel, apalagi cuma ikut ngegandoli. Saya jadi teringat integritas menteri-menteri di era perjuangan dulu. Ketika Moh Hatta memimpin Kabinet Republik Indonesia Serikat (Desember 1949-September 1950), kesulitan luar biasa berada di depan mata, terutama di bidang moneter. Dan, untuk pertama kali pula menteri-menteri menata administrasi untuk seluruh Tanah Air, terkecuali Irian Barat yang masih dikuasai Belanda.
"Para menteri harus menjalankan administrasi bagi seluruh negara dalam keadaan serba sulit. Padahal, mereka bukanlah orang-orang yang berpengalaman dalam menjalankan pemerintahan. Namun, kekurangan pengalaman itu diisi dengan akal dan keberanian moral, dilandasi kejujuran dan kesungguhan hati" (Wilopo 70 Tahun, 1979).
Itulah gambaran keseriusan tokoh-tokoh bangsa mengurus negeri ini di awal-awal kemerdekaan. Kini, tahun 2015, 65 tahun berlalu sudah. Namun, semangat, kerja keras, dan kesungguhan hati untuk mengurus negeri ini tidak boleh kendur.
Bahkan, seharusnya lebih meluap-luap lagi agar negeri ini bisa maju dan makmur. Karena itu, dibutuhkan orang-orang yang mengabdikan hidupnya untuk negara ini secara sungguh-sungguh. Pertimbangan itulah yang sepatutnya menjadi acuan ketika reshuffle nanti. Semoga saja kita tidak mendengar suara tokek..., tekek... tekek... tekek....
* Artikel ini telah tayang di Kompas Digital edisi 7 Juli 2015 dengan judul "Reshuffle Kabinet, Semoga Kita Tidak Mendengar Suara Tokek"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.