JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya rekonsiliasi untuk menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia oleh Komite Kebenaran Penyelesaian Masalah HAM Masa Lalu dianggap langkah yang memotong prinsip kemanusiaan dan keadilan.
"Seolah-olah negara hadir lewat rekonsiliasi. Menteri-menterinya mau ikut-ikut gaya Jokowi, reaktif, cepat dan taktis. Padahal tidak! Itu memotong prinsip kemanusiaan dan keadilan," ujar Haris Azhar koordinator KontraS ketika dihubungi Kompas.com, Jumat (3/6/2015).
Haris mengatakan bahwa yang terpenting bagi penyelesaian perkara pelanggaran berat HAM masa lalu bukanlah rekonsiliasi. Namun, negara harus memenuhi hak-hak korban atau keluarganya terlebih dahulu.
Pertama, hak atas keadilan. Haris menjelaskan, hak ini mencakup proses hukum atas pelanggaran itu. Jika memang terbukti ada kejahatan HAM lewat proses hukum yang benar, pelakunya harus dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia.
"Kita punya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Sudah ada undang-undangnya, tinggal itu dijalankan saja," ujar Haris.
Kedua, hak untuk mendapatkan informasi. Dia menjelaskan, hak ini memiliki arti, korban atau keluarga wajib mendapatkan informasi soal kejadian pelanggaran HAM yang terjadi seperti apa. Misalnya, bagi aktivis yang hilang, di mana dia saat ini? Jika meninggal dunia, di mana dikuburkan? Jika masih hidup, di mana dia berada?
Ketiga, yakni hak mendapatkan perbaikan kondisi. Artinya, apa perbaikan kondisi yang didapatkan korban atau keluarganya setelah pelanggaran terjadi. Negara, lanjut Haris, mesti melakukan perubahan, misalnya tidak mengulangi pelanggaran HAM, memproses hukum para pelakunya. Selain itu, memperbaiki aturan soal HAM sebagai jaminan, keluarga atau korban mendapat pengakuan negara, restitusi dan lain-lain.
"Jadi enggak penting itu negara sok-sokan mau hadir melalui komite apalah. Itu sekedar hadir dan sekedar bersikap tanpa memenuhi hak-hak korban atau keluarga namanya," lanjut Haris.
Kontras berharap Presiden Joko Widodo serta menteri-menterinya menyadari hak-hak yang harus dipenuhi terhadap para korban dan keluarga. Kontras ingin negara benar-benar 'mencuci bersih dosa negara' di masa lalu dengan memproses perkara-perkara itu di jalur hukum.
Jaksa Agung HM Prasetyo sebelumnya mengatakan, pemerintah berupaya untuk mewujudkan proses rekonsiliasi dengan korban pelanggaran HAM berat di masa lalu. Setidaknya, ada tiga tahapan yang akan dilalui jika proses rekonsiliasi berjalan. (baca: Pemerintah Upayakan Rekonsiliasi dengan Korban Pelanggaran Berat HAM)