Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/06/2015, 08:16 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi Yudi Kristiana mengatakan, KPK memiliki ketentuan sendiri yang diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Undang-undang ini lebih khusus dibandingkan KUHAP yang dijadikan dasar hukum aparat penegak hukum lain. Namun, perbedaan konstruksi hukum tersebut kerap menjegal KPK di praperadilan.

Yudi mengatakan, konstruksi hukum KPK yang dipakai lebih dari 10 tahun dimentahkan dalam putusan praperadulan yang diajukan mantan Direktur Jenderal Pajak, Hadi Poernomo. Dalam putusan praperadilan, penyelidikan Hadi dianggap tidak sah karena penyelidiknya bukan berasal dari kejaksaan.

"Tapi konstruksi berpikir ini diporakporandakan. Cara berpikir yang dilakukan KPK, best practice KPK 10 tahun seperti ini, dengan HP jadi diporakporandakan," kata Yudi di Gedung KPK, Jakarta, Senin (29/6/2015).

Padahal, dalam putusan mantan Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, hakim tidak mempermasalahkan keabsahan penyelidik dan penyidik KPK. Hakim memutuskan penetapan Ilham tidak sah karena KPK tidak menghadirkan dua alat bukti asli dalam penetapan tersangka.

Belajar dari putusan tersebut, KPK mempersiapkan seluruh dokumen dan alat bukti seperti keterangan saksi hingga sejumlah ahli hukum dan administrasi negara untuk dihadirkan dalam sidang Hadi Poernomo. Namun, kata Yudi, hakim mencari celah lain yaitu dengan mengungkit keabsahan penyelidik dan penyidik KPK.

"Kita sudah hadirkan semua karena memang sudah hampir selesai penyidikan. Tapi dicari celah lain tentang keabsahan penyidik dan penyelidikan," kata Yudi.

Yudi lantas menjabarkan sejumlah perbedaan konstruksi hukum di KPK dengan aparat penegak hukum lainnya. Ia mengatakan, KPK butuh dua atau lebih alat bukti untuk menaikkan kasus ke tingkar penyidikan.

Sementara, aparat penegak hukum lain hanya butuh satu alat bukti untuk melakukan penyidikan. Selain itu, terdapat perbedaan dalam penetapan tersangka. Di KPK, kata Yudi, penetapan tersangka dilakukan bersamaan dengan penerbitan surat perintah penyidikan (Sprindik). 

Ada pun, aparat penegak hukum lain dapat menetapkan tersangka setelah dilakukan penyidikan, tidak harus dalam waktu bersamaan. Dengan munculnya putusan praperadilan, kata Yudi, membuat KPK dilema untuk tetap berpedoman pada undang-undang yang selama ini menjadi kiblat KPK atau akan disesuaikan dengan KUHAP.

"Peraturan ini termasuj ruang yang kerap diperdebatkan. Apakah masih kita pertahankan atau mengikuti praperadilan yang mengacu pada KUHAP," kata Yudi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

Nasional
Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

Nasional
Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

Nasional
Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com