Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/06/2015, 20:25 WIB
|
EditorInggried Dwi Wedhaswary

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Hamdan Zoelva, mendukung dilakukannya eksaminasi terhadap 17 putusan sidang kasasi yang dipimpin oleh hakim agung Artidjo Alkostar. Menurut dia, kajian diperlukan untuk melihat dari sisi akademik, apakah putusan-putusan yang dibuat telah memenuhi syarat atau tidak.

"Saya setuju 17 putusan itu dieksaminasi secara akademik untuk menentukan apakah putusan menuhi syarat atau tidak. Jadi, setelah penilaian dilakukan oleh para ahli hukum, baru bisa dilihat putusannya salah atau tidak," ujar Hamdan, saat ditemui sesuai menjadi narasumber dalam publik yang digelar Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (12/6/2015).

Menurut Hamdan, eksaminasi dilakukan bukan untuk membatalkan putusan yang telah dibuat, namun hasil kajian akademik tersebut akan menjadi pertimbangan berbagai pihak. Tujuannya, agar hasil kajian tersebut menjadi pembelajaran baik bagi hakim, maupun bagi dunia peradilan di Indonesia.

Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution mengatakan, dalam waktu dekat PMHI akan melakukan kajian akademik mengenai putusan hakim Artidjo. PMHI menilai ada kejanggalan dalam putusan Artidjo terhadap permohonan kasasi yang diajukan beberapa terpidana kasus korupsi.

Artidjo dinilai melakukan kekeliruan dalam memutus sidang kasasi. Ia dianggap menggunakan kompetensi MA dalam kasasi untuk menghukum terdakwa dengan menambah jumlah hukuman, bukan memberikan keadilan bagi orang yang melakukan upaya hukum.

Beberapa permohonan kasasi yang ditolak dan ditambahkan hukumannya oleh Artidjo misalnya, permohonan yang diajukan mantan anggota DPR RI, Angelina Sondakh; mantan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq; dan Gubernur nonaktif Banten, Atut Chosiyah.

Terakhir, Artidjo memperberat hukuman mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, setelah menolak kasasi yang diajukannya. Anas yang awalnya dihukum tujuh tahun penjara diperberat menjadi 14 tahun. Anas juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 5 miliar subsider satu tahun dan empat bulan kurungan.

Selain itu, Anas juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara, serta dicabut hak politiknya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Dukung Mahfud MD Basmi Korupsi

Dukung Mahfud MD Basmi Korupsi

Nasional
Bantah Terlibat Kasus Dugaan Suap MA, Windy Idol: Jangan Dzalim Sama Saya

Bantah Terlibat Kasus Dugaan Suap MA, Windy Idol: Jangan Dzalim Sama Saya

Nasional
Survei LSI Denny JA: Elektabilitas Prabowo Kuasai 3 Provinsi, Ganjar 2 Provinsi

Survei LSI Denny JA: Elektabilitas Prabowo Kuasai 3 Provinsi, Ganjar 2 Provinsi

Nasional
Soal Keppres Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK, KSP: Kita Tunggu

Soal Keppres Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK, KSP: Kita Tunggu

Nasional
Enggan Tanggapi Denny Indrayana, KPU Tunggu Putusan Resmi MK soal Sistem Pemilu

Enggan Tanggapi Denny Indrayana, KPU Tunggu Putusan Resmi MK soal Sistem Pemilu

Nasional
Putusan MK soal Sistem Pemilu Diduga Bocor, Pemerintah Enggan Berandai-andai Putusan Resminya

Putusan MK soal Sistem Pemilu Diduga Bocor, Pemerintah Enggan Berandai-andai Putusan Resminya

Nasional
Kapolri Buka Kemungkinan Selidiki Isu Dugaan Kebocoran Putusan MK

Kapolri Buka Kemungkinan Selidiki Isu Dugaan Kebocoran Putusan MK

Nasional
Survei Populi Center: Elektabilitas PDI-P Moncer, Ungguli Gerindra dan Golkar

Survei Populi Center: Elektabilitas PDI-P Moncer, Ungguli Gerindra dan Golkar

Nasional
Sesalkan Pernyataan Denny Indrayana, Sekjen PDI-P: Ciptakan Spekulasi Politik Bahkan Menuduh

Sesalkan Pernyataan Denny Indrayana, Sekjen PDI-P: Ciptakan Spekulasi Politik Bahkan Menuduh

Nasional
PDI-P dan PPP Sepakat Kerja Sama Menangkan Ganjar dan Pileg 2024

PDI-P dan PPP Sepakat Kerja Sama Menangkan Ganjar dan Pileg 2024

Nasional
Mahfud Sebut Dugaan Kebocoran Putusan MK Penuhi Syarat untuk Direspons Polisi

Mahfud Sebut Dugaan Kebocoran Putusan MK Penuhi Syarat untuk Direspons Polisi

Nasional
Survei Populi Center: Sandiaga Uno dan Ridwan Kamil Unggul di Bursa Cawapres

Survei Populi Center: Sandiaga Uno dan Ridwan Kamil Unggul di Bursa Cawapres

Nasional
MK Bakal Bahas di Internal Terkait Dugaan Kebocoran Putusan Sistem Pemilu

MK Bakal Bahas di Internal Terkait Dugaan Kebocoran Putusan Sistem Pemilu

Nasional
Soal Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK, Mahfud: Kita 'Clear'-kan Dulu dengan MK

Soal Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK, Mahfud: Kita "Clear"-kan Dulu dengan MK

Nasional
Survei Populi Center: Elektabilitas Prabowo Salip Ganjar, Tinggalkan Anies

Survei Populi Center: Elektabilitas Prabowo Salip Ganjar, Tinggalkan Anies

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com