Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/06/2015, 07:30 WIB

Saat ditanya berapa jumlah perguruan tinggi fiktif yang menjual ijazah palsu, Nasir mengatakan, secara kuantitatif, hal itu dapat dilihat di pangkalan data Dikti. Dalam data tersebut, terlihat jumlah perguruan tinggi negeri yang aktif dan non-aktif di seluruh Indonesia.

"Yang non-aktif ini ratusan, jika ditelisik lebih dalam, ada beberapa yang dicurigai jual beli ijazah. Baru-baru ini tertangkap dua orang yang mengatasnamakan Universitas Syahkuala di Aceh menjual ijazah palsu. Di Medan juga ada penangkapan, tinggal lagi di Jawa sedang kita tunggu polisi bertindak," katanya.

Nasir mengatakan, upaya pemerintah dalam mengatasi persoalan ijazah palsu ialah dengan melindungi masyarakat dengan memperkuat data induk Dikti yang menyimpan data otentik informasi perguruan tinggi yang aktif dan non-aktif.

"Kami juga meminta badan pengawas perguruan tinggi untuk meningkatkan pengawasan, terutama perguruan tinggi swasta," katanya.

Menurut dia, praktik ijazah palsu muncul karena adanya permintaan dan adanya penyedia. Beberapa motif penggunaan ijazah palsu di antaranya ialah untuk keperluan mencari pekerjaan, untuk kenaikan jabatan, dan ada juga untuk kebanggaan karena memiliki gelar sarjana.

"Kami sudah minta Menpan dan RB untuk menindaklanjuti. Jika ada pegawai yang menggunakan ijazah palsu, begitu juga dengan pengguna lainnya, sanksinya berat sekali. Baik pengguna maupun penyedia akan dikenai hukuman 10 tahun penjara atau denda setara Rp 1 miliar," katanya.

Ia mengatakan, praktik ijazah palsu sudah menjadi sindikat, tidak hanya perguruan tinggi fiktif, tetapi juga sudah mencatut nama perguruan tinggi negeri ternama. Bahkan, mereka juga mencatut nama pejabat di Dikti yang berwenang menerbitkan ijazah serta melegalisasikannya.

"Ini sudah bentuk sindikat. Ini harus diberantas hingga tuntas. Masyarakat kami minta mengawal agar jangan sampai menjadi isu sesaat lalu dibiarkan tenggelam, tetapi harus dituntaskan sampai ke akarnya," katanya.

Dengan adanya permasalahan ijazah palsu, Nasir juga menduga data jumlah sarjana di Indonesia juga terdistorsi karena adanya penggunaan ijazah palsu. Hal itu akan didata ulang untuk mendapatkan data yang akurat dan untuk mengembalikan marwah pendidikan Indonesia agar mampu bersaing di tingkat dunia.

Nasir mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai ijazah palsu tersebut dan melaporkannya jika melihat praktik tersebut langsung ke Kemenristek Dikti. Sebab, menurunnya keberadaan perguruan tinggi non-aktif menyebar paling banyak di Jawa Barat, Jawa Timur, dan DKI Jakarta.

"Kemarin kami melakukan pelacakan di Pasar Pramuka. Di sana ada praktik pengetikan skripsi dan juga menawarkan pembuatan ijazah palsu. Kami sudah minta kepolisian bertindak. Kerja sama pemberantasan ijazah palsu ini melibatkan Menpan-RB dan Polri," katanya.

Tidak boleh mengajar

Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan, para guru yang ketahuan menggunakan ijazah palsu tidak boleh mendidik atau mengajar di ruang kelas.

"Saya rasa semua yang menggunakan ijazah palsu tidak berhak berada di tempat mengajar," katanya di Magelang, Kamis (11/6/2015).

Ia mengatakan hal tersebut seusai mengumumkan indeks integritas ujian nasional SMP secara nasional di SMP Negeri 1 Magelang. SMPN 1 Kota Magelang merupakan peraih indeks integritas UN terbaik, yakni mencapai 97,12, dengan nilai rata-rata UN 93,53.

Halaman:
Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com