Saat ditanya berapa jumlah perguruan tinggi fiktif yang menjual ijazah palsu, Nasir mengatakan, secara kuantitatif, hal itu dapat dilihat di pangkalan data Dikti. Dalam data tersebut, terlihat jumlah perguruan tinggi negeri yang aktif dan non-aktif di seluruh Indonesia.
"Yang non-aktif ini ratusan, jika ditelisik lebih dalam, ada beberapa yang dicurigai jual beli ijazah. Baru-baru ini tertangkap dua orang yang mengatasnamakan Universitas Syahkuala di Aceh menjual ijazah palsu. Di Medan juga ada penangkapan, tinggal lagi di Jawa sedang kita tunggu polisi bertindak," katanya.
Nasir mengatakan, upaya pemerintah dalam mengatasi persoalan ijazah palsu ialah dengan melindungi masyarakat dengan memperkuat data induk Dikti yang menyimpan data otentik informasi perguruan tinggi yang aktif dan non-aktif.
"Kami juga meminta badan pengawas perguruan tinggi untuk meningkatkan pengawasan, terutama perguruan tinggi swasta," katanya.
Menurut dia, praktik ijazah palsu muncul karena adanya permintaan dan adanya penyedia. Beberapa motif penggunaan ijazah palsu di antaranya ialah untuk keperluan mencari pekerjaan, untuk kenaikan jabatan, dan ada juga untuk kebanggaan karena memiliki gelar sarjana.
"Kami sudah minta Menpan dan RB untuk menindaklanjuti. Jika ada pegawai yang menggunakan ijazah palsu, begitu juga dengan pengguna lainnya, sanksinya berat sekali. Baik pengguna maupun penyedia akan dikenai hukuman 10 tahun penjara atau denda setara Rp 1 miliar," katanya.
Ia mengatakan, praktik ijazah palsu sudah menjadi sindikat, tidak hanya perguruan tinggi fiktif, tetapi juga sudah mencatut nama perguruan tinggi negeri ternama. Bahkan, mereka juga mencatut nama pejabat di Dikti yang berwenang menerbitkan ijazah serta melegalisasikannya.
"Ini sudah bentuk sindikat. Ini harus diberantas hingga tuntas. Masyarakat kami minta mengawal agar jangan sampai menjadi isu sesaat lalu dibiarkan tenggelam, tetapi harus dituntaskan sampai ke akarnya," katanya.
Dengan adanya permasalahan ijazah palsu, Nasir juga menduga data jumlah sarjana di Indonesia juga terdistorsi karena adanya penggunaan ijazah palsu. Hal itu akan didata ulang untuk mendapatkan data yang akurat dan untuk mengembalikan marwah pendidikan Indonesia agar mampu bersaing di tingkat dunia.
Nasir mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai ijazah palsu tersebut dan melaporkannya jika melihat praktik tersebut langsung ke Kemenristek Dikti. Sebab, menurunnya keberadaan perguruan tinggi non-aktif menyebar paling banyak di Jawa Barat, Jawa Timur, dan DKI Jakarta.
"Kemarin kami melakukan pelacakan di Pasar Pramuka. Di sana ada praktik pengetikan skripsi dan juga menawarkan pembuatan ijazah palsu. Kami sudah minta kepolisian bertindak. Kerja sama pemberantasan ijazah palsu ini melibatkan Menpan-RB dan Polri," katanya.
Tidak boleh mengajar
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan, para guru yang ketahuan menggunakan ijazah palsu tidak boleh mendidik atau mengajar di ruang kelas.
"Saya rasa semua yang menggunakan ijazah palsu tidak berhak berada di tempat mengajar," katanya di Magelang, Kamis (11/6/2015).
Ia mengatakan hal tersebut seusai mengumumkan indeks integritas ujian nasional SMP secara nasional di SMP Negeri 1 Magelang. SMPN 1 Kota Magelang merupakan peraih indeks integritas UN terbaik, yakni mencapai 97,12, dengan nilai rata-rata UN 93,53.