Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/06/2015, 15:52 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai mengungkapkan rencana Presiden Joko Widodo untuk menghentikan program transmigrasi ke Papua sebenarnya sudah dilakukan sejak 15 tahun lalu.

Saat itu, kebijakan transmigrasi reguler dihentikan setelah adanya konflik horizontal yang terjadi di berbagai daerah. "Transmigrasi reguler di Papua telah diberhentikan pada tahun 2000 atau 15 tahun yang lalu oleh Menakertrans Ir. Alhilal Hamdi dimana saat itu saya menjadi staf khusus Menteri," ujar Natalius dalam siaran pers yang diterima Minggu (7/6/2015).

Dia menuturkan, pertimbangan transmigrasi reguler dihentikan karena ada penolakan yang kuat hampir di seluruh daerah Indonesia. Dampak penolakan itu memuncak saat muncul konflik berdarah di Sampit dan Sambas.

Bersamaan dengan itu, di Papua juga terjadi kasus Armopa Jayapura yang mengancam keberadaan warga transmigran. Alasan lainnya program transmigrasi ke Papua dihentikan ketika itu, lanjut Natalius, adalah jumlah transmigran yang semakin banyak di Bumi Cenderawasih.

Natalius menyebutkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1971-2000 migrasi masuk ke Papua mencapai 719.866 jiwa. Sementara penduduk yang keluar Papua hanya 99.614. Setelah transmigrasi reguler dihentikan, maka pemerintah kemudian mengubah model transmigrasi menjadi berbasis Kerja sama Antar Daerah (KSAD).

Tidak seperti transmigrasi reguler di mana pemerintah pusat berwenang menentukan tempat transmigrasi, kerja sama antar daerah didasarkan permintaan daerah. "Tapi untuk Papua, terbentur dengan UU 21 tahun 2003 tentang Otsus yang mengatakan kebijakan transmigrasi dilakukan bersarkan perdasus serta setelah penduduk Papua sudah mencapai 25 juta jiwa," kata dia.

Dengan demikian, kata Natalius, jika Presiden ingin menghentikan transmigrasi secara keseluruhan, sebaiknya dilakukan melalui pengaturan mobilitas penduduk yang baik. Persoalan transmigrasi selama ini, terjadi karena adanya sikap diskrimantif terhadap penduduk asli.

"Kaum migran di Papua bersama anggota TNI dan Polri telah terbentuk karakter eksklusif dan diskriminatif yang cenderung tidak menyukai orang Melanesia (Melanesiaphobia) dan inilah salah satu faktor kegagalan integrasi sosial di Papua," ucap Natalius.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Cerita Megawati Tak Boleh Kuliah karena Anak Bung Karno...

Cerita Megawati Tak Boleh Kuliah karena Anak Bung Karno...

Nasional
Grace Natalie Sebut Kaesang Representasi Politikus Anak Muda

Grace Natalie Sebut Kaesang Representasi Politikus Anak Muda

Nasional
Megawati: Enggak Mungkin Orang Lain Tiba-tiba Jadi Ketum PDI-P

Megawati: Enggak Mungkin Orang Lain Tiba-tiba Jadi Ketum PDI-P

Nasional
Rekomendasi Rakernas IV PDI-P soal Pangan: Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati dan Kurangi Impor

Rekomendasi Rakernas IV PDI-P soal Pangan: Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati dan Kurangi Impor

Nasional
PDI-P Tutup Peluang Ganjar Jadi Cawapres pada Pemilu 2024

PDI-P Tutup Peluang Ganjar Jadi Cawapres pada Pemilu 2024

Nasional
Rakernas IV PDI-P Terbitkan 8 Rekomendasi Terkait Pemenangan Pemilu

Rakernas IV PDI-P Terbitkan 8 Rekomendasi Terkait Pemenangan Pemilu

Nasional
Megawati Singgung Arab Saudi Akan Lakukan Penghijauan, Sedangkan Orang Indonesia Gemar Tebang Pohon

Megawati Singgung Arab Saudi Akan Lakukan Penghijauan, Sedangkan Orang Indonesia Gemar Tebang Pohon

Nasional
Cerita Megawati Lihat Hasil Survei Elektabilitas Ganjar yang Naik Terus...

Cerita Megawati Lihat Hasil Survei Elektabilitas Ganjar yang Naik Terus...

Nasional
Megawati: Yang Jadi Presiden Harus Meneruskan, Kalau Diubah Kapan Mau Majunya?

Megawati: Yang Jadi Presiden Harus Meneruskan, Kalau Diubah Kapan Mau Majunya?

Nasional
Cerita Grace Natalie Tentang 'Value' Kaesang Jadi Ketum PSI...

Cerita Grace Natalie Tentang "Value" Kaesang Jadi Ketum PSI...

Nasional
Ada 'Istana Berbatik' Malam Ini, Dishub DKI Rekayasa Lalin Medan Merdeka

Ada "Istana Berbatik" Malam Ini, Dishub DKI Rekayasa Lalin Medan Merdeka

Nasional
Jokowi Jadi Tokoh Inspiratif Dunia, Biografi Presiden RI Tulisan Dirut PLN Terbit di Korea

Jokowi Jadi Tokoh Inspiratif Dunia, Biografi Presiden RI Tulisan Dirut PLN Terbit di Korea

Nasional
Sinergi dengan Kejaksaan dan BPN, Pertamina Berhasil Pulihkan Aset Tanah di Jawa Timur

Sinergi dengan Kejaksaan dan BPN, Pertamina Berhasil Pulihkan Aset Tanah di Jawa Timur

Nasional
Kagumnya Megawati terhadap Putri Ariani...

Kagumnya Megawati terhadap Putri Ariani...

Nasional
Survei Indikator Politik: PDI-P, Gerindra, dan Golkar Berada di Tiga Teratas

Survei Indikator Politik: PDI-P, Gerindra, dan Golkar Berada di Tiga Teratas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com