Saat itu, kebijakan transmigrasi reguler dihentikan setelah adanya konflik horizontal yang terjadi di berbagai daerah. "Transmigrasi reguler di Papua telah diberhentikan pada tahun 2000 atau 15 tahun yang lalu oleh Menakertrans Ir. Alhilal Hamdi dimana saat itu saya menjadi staf khusus Menteri," ujar Natalius dalam siaran pers yang diterima Minggu (7/6/2015).
Dia menuturkan, pertimbangan transmigrasi reguler dihentikan karena ada penolakan yang kuat hampir di seluruh daerah Indonesia. Dampak penolakan itu memuncak saat muncul konflik berdarah di Sampit dan Sambas.
Bersamaan dengan itu, di Papua juga terjadi kasus Armopa Jayapura yang mengancam keberadaan warga transmigran. Alasan lainnya program transmigrasi ke Papua dihentikan ketika itu, lanjut Natalius, adalah jumlah transmigran yang semakin banyak di Bumi Cenderawasih.
Natalius menyebutkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 1971-2000 migrasi masuk ke Papua mencapai 719.866 jiwa. Sementara penduduk yang keluar Papua hanya 99.614. Setelah transmigrasi reguler dihentikan, maka pemerintah kemudian mengubah model transmigrasi menjadi berbasis Kerja sama Antar Daerah (KSAD).
Tidak seperti transmigrasi reguler di mana pemerintah pusat berwenang menentukan tempat transmigrasi, kerja sama antar daerah didasarkan permintaan daerah. "Tapi untuk Papua, terbentur dengan UU 21 tahun 2003 tentang Otsus yang mengatakan kebijakan transmigrasi dilakukan bersarkan perdasus serta setelah penduduk Papua sudah mencapai 25 juta jiwa," kata dia.
Dengan demikian, kata Natalius, jika Presiden ingin menghentikan transmigrasi secara keseluruhan, sebaiknya dilakukan melalui pengaturan mobilitas penduduk yang baik. Persoalan transmigrasi selama ini, terjadi karena adanya sikap diskrimantif terhadap penduduk asli.
"Kaum migran di Papua bersama anggota TNI dan Polri telah terbentuk karakter eksklusif dan diskriminatif yang cenderung tidak menyukai orang Melanesia (Melanesiaphobia) dan inilah salah satu faktor kegagalan integrasi sosial di Papua," ucap Natalius.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.