"Bukan Menpan (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi) yang mengatakan bahwa, ya perbanyak dari Polisi dan Kejaksaan," kata Kalla di sela-sela kunjungan kerjanya di Bintan, Kepulauan Riau, Minggu (31/5/2015).
Perdebatan soal sah atau tidaknya penyelidik dan penyidik KPK itu terkait dengan beberapa kali sidang praperadilan yang digelar akhir-akhir ini. Dalam sidang praperadilan Hadi Purnomo versus KPK misalnya, Hakim Haswandi memenangkan kubu KPK dan menyatakan KPK melanggar prosedur dalam penetapan Hadi sebagai tersangka.
Ada pun yang jadi salah satu dasar putusan itu yakni hakim persidangan menganggap penyelidik dan penyidik KPK sudah keluar dari institusi kepolisian. Artinya, keputusan hukum sang penyelidik dan penyidik cacat hukum. Dasar putusan itu juga sempat membuat Ketua sementara KPK Taufiequrahman Ruki tidak terima.
"Putusan itu mengacaukan 371 tindak pidana korupsi yang punya kekuatan hukum tetap sejak 2004 menjadi tidak sah," ujar Ruki di gedung KPK, beberapa hari lalu.
Sebelumnya, salah satu perumus Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak Pemberantasan Korupsi (KPK), Firman Jaya Daeli, menganggap penyidik KPK yang bukan anggota Polri adalah legal.
Firman mengatakan, memang ada pasal yang menyebut bahwa penyelidik dan penyidik di KPK harus berasal dari Polri dan Kejaksaan Agung. Namun, di pasal selanjutnya mengatur bahwa KPK berhak mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri.
Firman menegaskan, Undang-Undang KPK itu bersifat 'lex specialist'. Sepanjang hukum acara tertentu tidak diatur di dalam UU KPK, maka yang dimaksud mesti merujuk kembali ke KUHAP. Namun, jika sudah diatur dalam UU KPK, pasal itulah yang menjadi pegangan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.