JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, siapa pun berhak mengkritik peraturan KPU mengenai pemilihan kepala daerah yang baru saja disetujui. KPU tetap berkeyakinan bahwa aturan tersebut telah dibuat sesuai kebutuhan untuk mengatasi permasalahan pilkada.
"Bahwa peraturan KPU sudah diundangkan, semua orang bisa kritisi dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung. Ini upaya untuk melihat jika peraturan KPU tidak sesuai," ujar Ferry saat ditemui di Gedung KPU, Jakarta Pusat, Selasa (12/5/2015).
Terkait rencana revisi UU Pilkada, Ferry mengatakan bahwa dalam konteks ini KPU berada dalam posisi yang statis. KPU tidak punya kewenangan apa pun untuk merevisi undang-undang, tetapi akan memberikan keterangan jika dibutuhkan oleh DPR.
Menurut Ferry, kewenangan merevisi undang-undang hanya dimiliki oleh pemerintah dan DPR. Jika rencana tersebut disetujui oleh kedua pihak, ia berharap agar proses legislasi berjalan dengan cepat, sebelum dimulainya tahapan pendaftaran pilkada serentak pada 26-28 Juli 2015.
Ferry memastikan bahwa jadwal pelaksanaan pilkada serentak tidak akan mundur dari jadwal yang telah ditentukan. Mengenai prioritas revisi, ia mengatakan bahwa hal tersebut dapat ditentukan dengan memperkirakan urgensinya.
"Untuk revisi, itu kewenangan pemerintah dan DPR, sementara posisi kita hanya menunggu. Kalau jadi, ya harus cepat. Itu yang jadi poin kita," kata Ferry.
Draf peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang telah disepakati tidak mengakomodasi seluruh isi rekomendasi DPR mengenai keikutsertaan partai yang bersengketa dalam pilkada serentak. DPR kemudian merencanakan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.