Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Revisi dan Pencabutan Perpres Jokowi

Kompas.com - 07/05/2015, 15:20 WIB


JAKARTA, KOMPAS
- Genap hingga lima bulan memimpin negara, atau tepat pada 20 Maret 2015, Presiden Joko Widodo menerbitkan kebijakan yang tergolong kontroversial dan memicu polemik, yakni menaikkan fasilitas uang muka pembelian mobil pribadi bagi pejabat negara. Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 itu mulai berlaku sejak diundangkan pada 23 Maret 2015.

Kebijakan ini menuai kritik karena dikeluarkan saat kondisi perekonomian lesu dan beban hidup rakyat yang bertambah akibat kenaikan sejumlah harga kebutuhan pokok. Merespons kritik publik itu, pada 8 April 2015, Jokowi menerbitkan Perpres No 42/2015 tentang pencabutan Perpres No 39/2015. Di antara 1.291 perpres yang pernah diterbitkan di republik ini, perpres "mobil pejabat" menjadi yang tersingkat masa berlakunya, hanya berumur 17 hari!

Ironisnya, perpres itu bukan satu-satunya perpres yang "bermasalah" di era Presiden Jokowi sehingga direvisi atau bahkan dicabut. Perpres pertama yang diterbitkan Jokowi, yakni Perpres No 165/2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja, belakangan juga dicabut melalui penerbitan sejumlah perpres yang mengatur tiap-tiap kementerian. Itu pun belum sepenuhnya rampung karena dari 34 kementerian yang ada, baru 18 perpres kementerian yang diterbitkan.

Perpres No 190/2014 tentang Unit Staf Kepresidenan yang diterbitkan 31 Desember 2014 juga "bermasalah". Kurang dari dua bulan setelah diterbitkan, Presiden Jokowi merevisi lembaga baru itu dengan menerbitkan Perpres No 26/2015 tentang Kantor Staf Presiden, 24 Februari 2015. Selain mengubah namanya, Presiden juga memperluas kewenangan lembaga.

Perpres lain yang "bermasalah" adalah Perpres No 6/2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif yang diterbitkan 20 Januari 2015 atau tepat tiga bulan usia pemerintahan Jokowi. Tiga bulan kemudian, badan yang digadang-gadang sebagai terobosan untuk meningkatkan industri kreatif itu ternyata belum bisa merekrut pegawai atau mencairkan anggaran negara untuk mendanai programnya. Hal ini karena lembaga itu belum ada kejelasan status sebagai lembaga pemerintah non-kementerian. Pemerintah kini tengah menyiapkan revisi atas perpres itu.

Pertaruhan wibawa

Selama enam bulan memerintah, Presiden Jokowi cukup produktif menerbitkan perpres. Sejauh ini tercatat 72 perpres yang diterbitkan Jokowi, terdiri dari 30 perpres yang diterbitkan 2014 dan 42 perpres pada 2015. Semua perpres itu dipublikasikan secara transparan di Sistem Informasi Peraturan Perundang-undangan Setkab.

Hal yang patut disayangkan, beberapa di antara perpres itu justru "bermasalah" sehingga perlu direvisi atau bahkan dicabut. Meski penerbitan perpres merupakan kewenangan penuh Presiden dan sangat mungkin direvisi atau dicabut, tentu kurang elok jika revisi atau pencabutan itu dilakukan dalam kurun waktu relatif singkat.

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra, berpendapat, perpres yang diterbitkan lalu direvisi atau dicabut dalam waktu singkat menunjukkan ada problem perencanaan yang kurang matang. Hal seperti ini bisa menurunkan wibawa pemerintah.

Tentang perencanaan perpres, UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengamanatkan pemerintah agar membuat program penyusunan perpres dalam setahun (Pasal 13). Melalui program itu, penyusunan perpres diharapkan dapat direncanakan.

Faktanya, 72 perpres yang diterbitkan Jokowi tak didasarkan pada program penyusunan perpres. Keputusan Presiden No 10/2015 tentang Program Penyusunan Perpres 2015 baru diteken Presiden pada 29 April 2015 atau setelah 72 perpres itu terbit.

UU No 12/2011 memang memberikan ruang penerbitan perpres di luar program penyusunan perpres (Pasal 31). Namun, substansi perpres itu tetap harus direncanakan matang.

Ahli hukum tata negara Irman Putra Sidin menilai, langkah merevisi atau mencabut sejumlah perpres dalam waktu singkat itu menunjukkan pemerintahan yang tidak cermat dan hati-hati dalam menjalankan kekuasaan. Presiden Jokowi bahkan mengakui tidak mencermati dokumen Perpres No 39/2015 yang ditandatanganinya (Kompas, 6/4).

Ketidakcermatan Presiden itu diperparah birokrasi pemerintahan baru yang belum terkonsolidasi baik dalam enam bulan pertama pemerintahan Jokowi. Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto yang berperan dalam mengawal penyusunan perpres "mobil pejabat" itu mengaku lalai mengingatkan Presiden bahwa secara substantif waktu penerbitannya tidak tepat. Untuk meminimalisasi hal serupa terjadi lagi, pihaknya akan memperketat proses pengambilan dan penetapan kebijakan yang sensitif dan berpotensi menimbulkan dinamika politik.

Sosiolog Tamrin Amal Tomagola melihat ada persoalan ketidakpekaan jajaran di bawah Presiden dalam menyusun perpres "mobil pejabat" sehingga muncul desakan publik untuk mengoreksi kebijakan itu. Citra yang dibangun Jokowi selama ini adalah sosok sederhana, sementara perpres itu justru bertolak belakang dengan citra itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com