Namun, karena keadaan dan keterbatasan, mereka kerap tersisihkan dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari. Secara tidak sadar, dalam kehidupan sehari-hari, orang-orang di sekitarnya mengabaikan hak-hak dan kewajiban mereka.
Dalam keseharian orang sering memandang bahwa penyandang disabilitas intelektual itu "aneh" atau "sakit" sehingga perlakuan untuk mereka juga berbeda sesuai dengan pandangan masyarakat umum.
Akibatnya, penyandang disabilitas intelektual tidak dapat menikmati hak-hak dan kewajibannya sebagaimana mestinya sebagai anggota masyarakat. Mereka dianggap sebagai benda mati yang dapat diatur dan dipindahkan sekehendak hati orang yang mengasuh.
Direktur Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan, Nahar, menyampaikan bahwa klasifikasi penyandang disabilitas intelektual dibagi dalam tiga kelompok, yaitu kelompok tidak mempunyai aktivitas, kelompok sudah beraktivitas tapi belum menghasilkan sesuatu, dan kelompok yang mempunyai aktivitas dan menghasilkan sesuatu tapi belum maksimal.
"Para penyandang disabilitas intelektual wajib mempunyai KIS dan KKS kalau usianya di bawah 18 tahun bias diusulkan untuk memiliki KIP," ujar Nahar di Jakarta, Kamis (9/4/2015).
KIS atau Kartu Indonesia Sehat dan KIP atau Kartu Indonesia Pintar sudah diusulkan oleh Kementerian Sosial untuk dimiliki oleh 1,7 juta penyandang masalah kesejahteraan sosial, termasuk penyandang disabilitas. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2012 lalu, penyandang netra berjumlah 1.780.20; rungu 472.855; wicara 164.686; grahita/intelektual 402.817; daksa 616.387; sulit urus diri sendiri 170.120; dan ganda 2.401.592.
Saat ini rehabilitasi sosial khusus penyandang disabilitas intelektual dilakukan melalui Unit Pelaksana Teknis pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dan juga melalui lembaga kesejahteraan social masyarakat. Upaya ini tidak cukup memberikan solusi pada pengembangan potensi penyandang disabilitas intelektual karena daya tampung lembaga yang sangat terbatas.
Tak hanya itu. Proses rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas intelektual melalui lembaga kurang masih mampu melibatkan peran serta orang tua secara maksimal sehingga upaya rehabilitasi kerap bersifat tidak berkelanjutan.
"Ketika penyandang disabilitas intelektual kembali ke keluarga atau masyarakat, maka akan kembali pada permasalahan awal sebelum dilakukan upaya rehabilitasi dalam lembaga," ujarnya.
Berdasarkan kondisi tersebut, diperlukan upaya rehabilitasi sosial berbasis masyarakat bagi penyandang disabilitas intelektual. Dengan upaya itu, penyandang disabilitas intelektual akan berada di tengah-tengah keluarga ketika dilakukan upaya rehabilitasi.
"Sehingga akan memberi manfaat sebesar-besarnya bagi keluarga atau masyarakat dalam belajar mengembangkan potensi mereka. Penyandang disabilitas intelektual akan merasa nyaman berada di tengah-tengah orang yang dikenalnya dan akan membantu dalam optimalisasi perkembangannya," tambahnya.
Tak hanya itu. Orang tua dan masyarakat akan semakin terlatih dalam keterampilan pengasuhan dan perawatan dalam mengembangkan keterampilan sosial terkait ADL, mobilitas, dan interaksi sosial.
"Dengan begitu, penyandang disabilitas intelektual dapat ikut terlibat penuh dalam kegiatan kemasyarakatan sehingga akan berdampak positif pada penurunan stigma," katanya.
Terkait hal itu, menurut Kasubdit RSODK Mental, Tohar, pihak Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan cq. Subdit Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan (RSODK) Mental telah mengadakan pertemuan selama dua hari (7 – 8 April 2015) di PSMP Handayani Bambu Apus. Pertemuan tersebut dilaksanakan untuk menyusun Pedoman Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat Bagi Penyandang Disabilitas Intelektual. Acara tersebut dihadiri 25 orang peserta dari UPT PSBG Nipotowe Palu, PSBG Ciung Wanara, BBRSBG Kartini Temanggung, Dinsos Provinsi Jabar dan Jateng, Universitas Gajah Mada, Universitas Tadulako, Institut Pertanian Bogor, SoIna, Yayasan Asih Budi, serta Yayasan Rumah Kampus.
"Kegiatan diharapkan akan menciptakan kesamaan pemahaman dalam penyelenggaraan kegiatan sentra pemberdayaan sosial dan vokasional bagi penyandang disabilitas intelektual. Kmai juga berharap segera tersusun mekanisme kerja efektif dan efisien dalam penyelenggaraan kegiatan sentra pemberdayaan sisoal dan vokasional bagi penyandang disabilitas intelektual," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.