JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara, Irman Putrasidin menilai Presiden Joko Widodo tidak perlu mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang terkait pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Irman, tidak ada unsur kegentingan memaksa yang membuat Presiden harus menerbitkan perppu.
Irman menuturkan, Presiden menerbitkan perppu karena menganggap kinerja KPK terganggu setelah dua pimpinannya menjadi tersangka. Padahal, menurut Irman, alasan kinerja terganggu tidak cukup untuk dijadikan alasan mengeluarkan perppu.
"Jadi terganggunya kinerja enggak menjadi kegentingan. DPR sering diganggu, Polri diganggu juga kinerjanya, jadi apa, enggak otomatis terganggu punya alasan kegentingan memaksa," kata Irman, dalam RDPU bersama Komisi III DPR, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/4/2015).
Irman menegaskan, pemberantasan korupsi tetap dapat dilakukan oleh KPK meski hanya tersisa satu pimpinan. Kalaupun seandainya seluruh komisioner KPK menjadi tersangka dan non-aktif, maka fungsi pemberantasan korupsi masih dapat dijalankan oleh Polri dan Kejaksaan Agung.
"Jadi frame konstitusionalnya ada lembaga utama dan lembaga penunjang. Kalaupun keadaan buruk, Polri dan Kejaksaan masih berjalan," ujarnya.
Ke depan, kata Irman, ruang Presiden mengeluarkan perppu harus dipersempit. Ia juga mengingatkan agar DPR tidak serta merta menerima perppu tersebut karena dikhawatirkan mengurangi kredibilitas DPR sebagai pembuat Undang-Undang.
"Ruang Presiden mengeluarkan perppu harus dipersempit. Jangan dengan mudah Presiden mengeluarkan perppu dan DPR menerimanya, desain konstitusional perppu harus diperjelas," ucap Irman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.