Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPATK Temukan Aliran Dana dari Australia untuk Jaringan Teroris di Indonesia

Kompas.com - 26/03/2015, 08:46 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan pola pendanaan jaringan terorisme di Indonesia. Wakil Ketua PPATK Agus Santoso mengungkapkan, ada uang dalam jumlah besar yang mengalir dari jaringan teroris di Australia ke jaringan teroris Indonesia.

"Jumlahnya cukup signifikan. Ada ratusan ribu dollar," ujar Agus, kepada Kompas.com, Rabu (25/3/2015) malam.

Temuan itu, papar Agus, berawal dari kerja sama antara PPATK dengan institusi serupa di Australia pada awal 2014. Salah satu tujuan kerja sama kedua institusi itu adalah meminimalisir aktivitas jaringan teroris melalui deteksi dini pola aliran dana.

Menurut Agus, kerja sama kedua negara tersebut merupakan bagian kerja sama antara PPATK dengan Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus 88 Antiteror sebelumnya. Hal ini dilakukan setelah mendapatkan sinyalemen ada aktivitas terorisme di Indonesia yang disokong oleh jaringan teroris dari Australia.

Ia mengungkapkan, PPATK menerapkan prinsip follow the money untuk mendeteksi pola aliran dana jaringan teroris itu. Menurut dia, cara ini lebih mudah untuk mengungkap sebuah jaringan teroris karena seluruh aktivitas mereka dipastikan membutuhkan dana. Namun, ia mengakui, pola deteksi tersebut sangat sulit dilakukan karena jaringan teroris di Australia memiliki pola pendanaan "many to one and one to many". Artinya, mereka mengumpulkan uang dari banyak pihak, kemudian dikumpulkan ke satu orang, lalu disebar lagi ke banyak pihak.

"Nah, kita melakukan pendeteksian aliran dana ini sampai ke tiga layer. Karena modus mereka kan pencucian uang, ada yang kirim uang menggunakan berbagai cara, makanya kami agak lama deteksi polanya," lanjut Agus.

Setelah melakukan penelusuran panjang dan berbekal nama-nama terduga teroris yang masuk daftar polisi, PPATK telah menginventarisir pola pendanaan itu dalam Laporan Hasil Analisis (LHA) yang telah diserahkan ke penegak hukum pada akhir 2014 lalu.

Agus tidak dapat menyebutkan secara detil siapa individu di Australia yang mengumpulkan dana dan mengalirkannya ke jaringan teroris di Indonesia karena merupakan wewenang penegak hukum. Menurut Agus, kini ada karakter pola baru terkait pengumpulan dana awal, yakni bersumber dari bisnis herbal dan kimia.

Agus memastikan, PPATK tidak berhenti mendeteksi pola pendanaan jaringan teroris pada 2014 saja. PPATK masih menjalin kerja sama dengan Australia dan akan dilanjutkan di tahun 2015 ini. Bahkan, PPATK akan bekerja sama dengan sejumlah pemerintah negara tetangga untuk mencegah perkembangan pola pendanaan jaringan teroris di Indonesia.

"Kita ingin memperketat aliran dana cross border. Jadi kita akan kerja sama juga dengan bea cukai kita dan negara tetangga terkait jika ada pembawaan uang lintas negara, dapat dilaporkan ke PPATK. Sebenarnya kebijakan ini sudah berlangsung, tapi kami mau lebih efektif lagi," ujar Agus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nurul Ghufron Laporkan Albertina Ho, Jelang Disidang Dewas KPK Karena Masalah Etik

Nasional
Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Kejagung Diminta Segera Tuntaskan Dugaan Korupsi Komoditi Emas 2010-2022

Nasional
PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

PKB-Nasdem-PKS Isyaratkan Gabung Prabowo, Pengamat: Kini Parpol Selamatkan Diri Masing-masing

Nasional
Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Saksi Sebut Dokumen Pemeriksaan Saat Penyelidikan di KPK Bocor ke SYL

Nasional
Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Laporkan Albertina ke Dewas KPK, Nurul Ghufron Dinilai Sedang Menghambat Proses Hukum

Nasional
TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P 'Happy' di Zaman SBY...

TKN Sebut Pemerintahan Prabowo Tetap Butuh Oposisi: Katanya PDI-P "Happy" di Zaman SBY...

Nasional
KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

KPK Belum Terima Salinan Resmi Putusan Kasasi yang Menang Lawan Eltinus Omaleng

Nasional
'Groundbreaking' IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

"Groundbreaking" IKN Tahap Keenam: Al Azhar, Sekolah Bina Bangsa, dan Pusat Riset Standford

Nasional
Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Karpet Merah Parpol Pengusung Anies untuk Prabowo...

Nasional
Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Cinta Lama Gerindra-PKB yang Bersemi Kembali

Nasional
PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali Saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Nasional
Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com