Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Beri Catatan Kritis terhadap RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

Kompas.com - 24/03/2015, 16:41 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) memberikan catatan kritis terkait Rancangan Undang-Undang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR) yang telah masuk Program Legislasi Nasional 2015.

"Sikap kritis ini kami tunjukkan karena RUU ini tidak lebih baik dari Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang KKR yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi," kata Koordinator Kontras Haris Azhar dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (24/3/2015), seperti dikutip Antara.

Sejatinya, menurut dia, RUU KKR harus dilatarbelakangi oleh adanya keinginan kuat negara dan tekad politik pemerintah yang berpihak pada kepentingan korban pelanggaran HAM berat. (Baca: Soal Penanganan Kasus HAM, Menko Polhukam Minta Jangan Lagi Lihat ke Belakang)

Namun, di dalam RUU KKR, Kontras menemukan sejumlah kelemahan substansial yang fundamental dalam hal pemenuhan hak-hak para korban, yaitu hak atas keadilan, kebenaran, reparasi, dan jaminan ketidakberulangan.

Selain itu, RUU KKR dinilai cenderung lebih berpihak kepada pelaku. Sejatinya, KKR dihadirkan dalam rangka untuk menyelesaikan permasalahan korban yang menderita akibat dari tindakan pelanggaran hak asasi manusia.

Menurut Kontras, terdapat sejumlah persoalan dalam RUU KKR yang harus diperbaiki sebelum dibahas dan diundangkan. Persoalan pertama, kata "pelaku" tidak disebutkan pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1.

"Ketiadaan penyebutan 'pelaku' menyulitkan dalam membangun konstruksi kejahatan dan tingkatan keterlibatan pelaku, serta membuktikan kejahatan terjadi secara sistematis atau meluas," tuturnya. (Baca: "Menko Polhukam Harus Minta Maaf kepada Korban dan Keluarga Korban Pelanggaran HAM")

Padahal, lanjut Haris, kasus pelanggaran HAM berat merupakan kejahatan sistematik, terencana, atau meluas, yang di dalam setiap peristiwa terdapat dukungan kekuasaan atau sepengetahuan para pengambil keputusan.

Persoalan kedua, kategori pelanggaran HAM yang berat dinilai masih menggunakan versi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang sangat kental terhadap dimensi pelanggaran HAM berat di bidang sipil dan politik. Sementara itu, pelanggaran HAM di bidang ekonomi, sosial, dan budaya tidak menjadi target.

"Padahal, banyak kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu dilatarbelakangi oleh persoalan ekonomi dan sosial," ucapnya. (Baca: Dikritik Aktivis HAM, Ini Tanggapan Menteri Tedjo Edhy)

Persoalan lainnya, RUU KKR dinilai tidak menyebutkan reparasi atau pemulihan dengan sempurna, hanya kompensasi dan atau rehabilitasi, sedangkan restitusi tidak dimasukkan. Sementara itu, fungsi KKR hanya diarahkan untuk rekonsiliasi semata atau memosisikan diri sebagai substitusi (pengganti) pengadilan.

Kontras menyatakan, idealnya KKR tidak boleh ditempatkan sebagai substitusi pengadilan, tetapi harus bersifat komplementer atau saling melengkapi dengan pengadilan HAM.

Selain itu, rekonsiliasi tidak boleh menggugurkan kewajiban negara untuk tetap menghukum pelaku pelanggaran HAM berat, terutama bagi mereka yang paling bertanggung jawab.

"Pengadilan HAM (ad hoc) harus tetap diselenggarakan sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," ujarnya.

Selanjutnya, waktu kerja komisi selama empat tahun dinilai terlalu singkat, mengingat kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia terjadi dalam rentang waktu yang lama. Minimal waktu kerja komisi itu seharusnya 10 tahun, dan dapat diperpanjang apabila masa kerjanya belum selesai.

Persoalan terakhir terkait dengan KKR lokal di Aceh dan Papua. Seharusnya, RUU KKR ini tidak menjadi hambatan lagi bagi terbentuknya KKR Aceh yang sudah lebih dulu memiliki aturan tingkat lokal.

"Kami juga memberikan catatan kontekstual kepada pemerintah untuk memastikan agar RUU KKR ini tidak menjadi perangkat impunitas baru untuk pencucian tanggung jawab negara terhadap akuntabilitas pelanggaran HAM berat," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Antara
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo-Gibran Ditetapkan Jadi Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Tepuk Tangan Bergema Berulang Kali

Prabowo-Gibran Ditetapkan Jadi Presiden dan Wakil Presiden Terpilih, Tepuk Tangan Bergema Berulang Kali

Nasional
Singgung Persoalan Kesehatan, Jokowi: Kematian akibat Stroke Capai 330.000

Singgung Persoalan Kesehatan, Jokowi: Kematian akibat Stroke Capai 330.000

Nasional
Terima Kunjungan Menlu Singapura, Prabowo Bahas Kerja Sama Pertahanan dan Maritim

Terima Kunjungan Menlu Singapura, Prabowo Bahas Kerja Sama Pertahanan dan Maritim

Nasional
KPU Resmi Tetapkan Prabowo-Gibran Presiden dan Wapres Terpilih 2024-2029

KPU Resmi Tetapkan Prabowo-Gibran Presiden dan Wapres Terpilih 2024-2029

Nasional
PKS Datangi Markas Nasdem dan PKB Usai Penetapan KPU, Salam Perpisahan?

PKS Datangi Markas Nasdem dan PKB Usai Penetapan KPU, Salam Perpisahan?

Nasional
Jokowi Tegaskan Tak Bentuk Tim Transisi untuk Prabowo-Gibran

Jokowi Tegaskan Tak Bentuk Tim Transisi untuk Prabowo-Gibran

Nasional
AHY: Mari “Move On” dan “Move Forward”, Pilkada di Depan Mata

AHY: Mari “Move On” dan “Move Forward”, Pilkada di Depan Mata

Nasional
Cak Imin: Sebetulnya PKB Masih Ingin Hak Angket DPR

Cak Imin: Sebetulnya PKB Masih Ingin Hak Angket DPR

Nasional
Pesan Jokowi untuk Prabowo-Gibran: Persiapkan Diri, Setelah Pelantikan Langsung Kerja ...

Pesan Jokowi untuk Prabowo-Gibran: Persiapkan Diri, Setelah Pelantikan Langsung Kerja ...

Nasional
Ganjar-Mahfud dan Puan Maharani Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran

Ganjar-Mahfud dan Puan Maharani Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Titiek Soeharto-Didiet Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Titiek Soeharto-Didiet Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran di KPU

Nasional
PKS Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran: Kita Ucapkan Selamat Bertugas

PKS Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran: Kita Ucapkan Selamat Bertugas

Nasional
Disebut Sudah Bukan Kader PDI-P Lagi, Jokowi: Ya Terima Kasih

Disebut Sudah Bukan Kader PDI-P Lagi, Jokowi: Ya Terima Kasih

Nasional
Soal Kabinet, AHY: Jangan Bebankan Pak Prabowo dengan Tuntutan Berlebihan

Soal Kabinet, AHY: Jangan Bebankan Pak Prabowo dengan Tuntutan Berlebihan

Nasional
Jelang Ditetapkan sebagai Presiden Terpilih, Prabowo: Rakyat Menuntut Pimpinan Politik Kerja Sama

Jelang Ditetapkan sebagai Presiden Terpilih, Prabowo: Rakyat Menuntut Pimpinan Politik Kerja Sama

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com