JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, menyebut Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono, atau yang kerap disebut Ibas, membagi-bagi uang ke ketua-ketua fraksi di DPR yang mendukung angket pajak.
Salah satu penerima aliran uang, kata Nazaruddin, adalah Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), dan Transmigrasi Marwan Jafar. Saat itu, Marwan masih menjabat sebagai Ketua Fraksi PKB di DPR.
"Salah satunya Ketua Fraksi PKB waktu itu, yang sekarang jadi Menteri PDT," ujar Nazaruddin di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (17/3/2015).
Nazaruddin mengatakan, uang tersebut berasal dari Permai Group yang merupakan perusahaan miliknya. Menurut dia, fee dari Permai Group dikumpulkan di Fraksi Partai Demokrat, kemudian baru dibagikan kepada ketua-ketua fraksi.
Keterangan tersebut, kata Nazaruddin, ia sampaikan kepada penyidik saat bersaksi dalam pemeriksaan terkait kasus dugaan korupsi alat kesehatan (alkes) Rumah Sakit Khusus untuk Pendidikan Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana, Bali.
"Intinya, uang dari Permai Group, fee-nya pernah dikasih ke mana? Pernah dikumpulkan di Fraksi Demokrat," kata Nazaruddin.
Sampai saat ini, Kompas.com masih berusaha mendapatkan konfirmasi dari Edhie Baskoro Yudhoyono dan Marwan Jafar.
Tidak hanya kali ini Nazaruddin menyebut keterlibatan Ibas dalam pusaran kasus korupsi. Sebelumnya, Nazaruddin menuding Ibas menerima uang sebanyak 200.000 dollar AS, setara sekitar Rp 2,3 miliar, terkait proyek Hambalang. Selain itu, Ibas juga disebut terlibat dalam proyek di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). (Baca: Nazaruddin: Ibas Terima 200.000 Dollar AS di DPR)
Ia menyebut Ibas terlibat proyek pembangunan anjungan lepas pantai (offshore) bersama dengan mantan Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Sutan Bhatoegana.
Ibas sudah membantah tuduhan Nazaruddin. Bantahan itu disampaikan melalui kuasa hukum keluarga SBY, yakni Palmer Situmorang. (Baca: Ini Bantahan Ibas yang Disebut Nazaruddin Ikut Menerima Sejumlah Uang)
Dalam kasus dugaan korupsi alkes Rumah Sakit Khusus untuk Pendidikan Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana, KPK menetapkan Direktur PT Mahkota Negara Marisi Matondang sebagai tersangka. KPK juga menetapkan Kepala Biro Administrasi Umum dan Keuangan Universitas Udayana Made Meregawa, yang juga merupakan pejabat pembuat komitmen dalam proyek pengadaan alkes, sebagai tersangka.
KPK menduga ada kesepakatan dan rekayasa dalam proses pengadaan alkes. Dengan demikian, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 7 miliar.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Nazaruddin memiliki saham di PT Mahkota Negara. Kasus ini merupakan pengembangan kasus pengadaan alkes di sejumlah rumah sakit yang tengah ditangani KPK.
Saat ini, KPK tengah menangani kasus dugaan korupsi dalam pengadaan alkes di Tangerang Selatan yang menjerat Kepala Bidang Sumber Daya dan Promosi Dinas Kesehatan Pemkot Tangerang Selatan, Mamak Jamaksari; Direktur Utama PT Mikindo Adiguna Pratama, Dadang Priatna; dan adik kandung Gubernur nonaktif Banten Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana atau yang akrab disapa Wawan.
Ada pula kasus dugaan korupsi pengadaan alkes di Banten yang menjerat Atut dan Wawan sebagai tersangka. Atas perbuatannya, Marisi dan Made disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 KUH Pidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.