Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nilai Tukar Rupiah, Ekonomi, dan Kepercayaan

Kompas.com - 16/03/2015, 15:08 WIB


JAKARTA, KOMPAS
- Dalam pemerintahannya yang belum genap berumur lima bulan, Presiden Joko Widodo sudah harus menghadapi berbagai persoalan pelik. Kepercayaan terhadap pemerintahannya bisa memudar jika penyelesaian yang diambil ternyata tidak menuntaskan persoalan serta tidak sesuai aspirasi masyarakat.

Di bidang politik dan hukum, polemik seputar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)-Kepolisian Negara Republik Indonesia dan masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia masih belum sepenuhnya berhasil dituntaskan. Bahkan, ditengarai, polemik baru siap muncul setelah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly mengeluarkan wacana terkait peninjauan kembali terhadap kebijakan pengetatan remisi untuk koruptor.

Di bidang ekonomi, Jokowi harus menghadapi nilai tukar rupiah yang terus terpuruk. Pemicu utama pelemahan kurs rupiah memang dipicu faktor global, yaitu penguatan dollar AS seiring membaiknya perekonomian negara tersebut.

Namun, dibandingkan dengan negara-negara lain, terutama di kawasan Asia, nilai tukar rupiah termasuk yang terperosok cukup dalam. Padahal, sebenarnya Indonesia punya prospek yang bagus untuk berinvestasi baik melalui pasar modal ataupun investasi langsung di sektor riil.

Salah satu alasannya, tahun ini pemerintah menganggarkan Rp 290 triliun untuk pembangunan infrastruktur, yang merupakan terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Sejumlah proyek infrastruktur yang akan dieksekusi antara lain pembangunan jalan baru sepanjang 143 kilometer (km), jalur kereta api baru 265 km, 5 bandar udara baru, dan 120 menara kembar rusunawa untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

Besarnya anggaran proyek infrastruktur akan bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kondisi ini membuat pemerintah optimistis menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,8 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan 2014 (5,5 persen). Bahkan, pada 2016-2018, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan 6,9-7,8 persen.

Namun, berbagai target dan rencana ekonomi itu dapat terganggu jika pemerintah tidak mampu secara efektif mengatasi pelemahan nilai rupiah. Pemerintahan Jokowi seolah tengah diuji daya tahan dan ketangkasannya dalam menyelesaikan persoalan demi persoalan.

Ketidakpastian

Kondisi fundamental perekonomian Indonesia, terutama neraca transaksi berjalan, memang besar pasak daripada tiang. Namun, dampaknya terhadap kurs rupiah seharusnya tidak separah saat ini. Hal ini memunculkan dugaan, penurunan nilai rupiah kali ini tak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi. Mulai menurunnya kepercayaan terhadap pemerintah diduga juga menjadi sebab.

Kondisi ini membuat ekonom Rizal Ramli menyebut anjloknya rupiah saat ini ibarat alarm bagi pemerintahan Jokowi.

"Kalau kita melihat kondisi hukum dan politik saat ini, kesannya memang ada masalah ketidakpastian politik. Tentunya ini menimbulkan spekulasi dan kepanikan yang sebenarnya tidak perlu," kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Anton J Supit.

Kondisi ini amat memprihatinkan. Pasalnya, meski tanpa ada faktor politik dan hukum, nilai tukar rupiah masih bisa terpuruk makin dalam. Ini karena dalam waktu dekat akan ada ancaman lagi terhadap ekspor ke Uni Eropa karena hilangnya generalisasi sistem preferensi (generalized system of preference/GSP), yaitu fasilitas kuota dan penurunan tarif untuk produk tertentu untuk masuk Uni Eropa. Apabila hal itu terjadi, daya saing produk Indonesia kemungkinan akan turun. Semua masalah tersebut memerlukan konsentrasi dan perlu dirumuskan dalam kebijakan strategis.

Kajian Centre for Strategic and International Studies (CSIS) juga menunjukkan adanya masalah dalam ekspor Indonesia. Sejak 2012, kinerja ekspor Indonesia turun signifikan. Perkembangan terakhir, nilai total ekspor dari Januari hingga November 2014 menurun sebanyak 2,36 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Ada kekhawatiran, penurunan ekspor ini diperkirakan akan terus berlanjut karena pelemahan permintaan dunia terhadap produk dominan Indonesia dan rendahnya daya saing produk.

Berkaca dari kondisi saat ini, persoalan demi persoalan, baik politik, hukum, dan ekonomi kemungkinan masih akan datang silih berganti menguji pemerintahan Jokowi.

"Kita memerlukan kepemimpinan yang kuat dalam bidang ekonomi untuk bisa menentukan arah ekonomi kita. Selama ini tidak ada, kita akan selalu terombang-ambing oleh situasi global seperti saat ini," jawab Anton saat ditanya solusi untuk mengatasi kondisi belakangan ini, terutama terkait pelemahan nilai tukar rupiah.

Solusi masalah ekonomi ini akan lebih mudah didapat jika kepercayaan terhadap pemerintah dapat ditingkatkan atau setidaknya dipertahankan. Itulah tantangan pemerintahan Jokowi dengan kabinet kerjanya yang harus secepatnya dipecahkan. Sejarah menunjukkan, masalah di bidang ekonomi kadang tak hanya disebabkan faktor ekonomi. Namun, pada saat yang sama, tidak tuntasnya masalah di bidang ekonomi dapat menimbulkan persoalan serius di bidang lain seperti politik. (FAJAR MARTA/STEFANUS OSA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com