Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

10 Masalah Pendanaan Parpol Versi ICW

Kompas.com - 12/03/2015, 14:14 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Indonesia Corruption Watch menyatakan, setidaknya ada 10 persoalan dalam pengelolaan keuangan partai politik. Persoalan itu diklasifikasi ke dalam tiga aspek, yakni penerimaan, pengelolaan dan akuntabilitas.

Persoalan pertama, kata peneliti ICW Donal Fariz, ada sejumlah sumbangan tertentu yang diterima parpol dari pendanaan ilegal atau korupsi. Ia merujuk pada sejumlah kasus yang pernah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Dari sisi penerimaan, ada kader yang menerima uang ilegal yang kemudian disumbangkan untuk kegiatan parpol," kata Donal di kantornya di Jakarta, Kamis (12/3/2015), menyikapi wacana penambahan dana untuk parpol hingga Rp 1 triliun dari APBN.

Persoalan selanjutnya, yakni parpol masih mengandalkan sumbangan dari kader mereka yang duduk di legislatif atau eksekutif. Besarnya sumbangan itu bervariasi untuk setiap parpol. Namun, yang jadi persoalan adalah tidak sedikit kader parpol yang enggan mengeluarkan uang pribadinya untuk mendanai parpol.

Persoalan ketiga, kata dia, ada sumbangan yang terkadang melebihi aturan, tetapi tidak tercatat di dalam pembukuan keuangan parpol. Sumbangan ini ada yang berasal dari perorangan maupun badan. (baca: Kata Fadli Zon, Dana Rp 1 Triliun Terlalu Kecil untuk Parpol)

Biasanya, ia menambahkan, sumbangan ini akan masuk ke dalam kantong ketua umum, wakil ketua umum atau sekjen parpol. Hal itu yang terkadang membuat ketiga posisi itu menjadi bahan rebutan kader, baik di tingkat pusat maupun daerah.

"Selanjutnya, banyak parpol yang tidak melakukan penggalangan donasi publik. Di samping itu juga, sumber pemasukan hanya diketahui segelintir elite parpol," katanya. (baca: ICW: Anggaran KPK, KY, MK Saja di Bawah Rp 1 Triliun)

Ia menambahkan, parpol memiliki kecenderungan hanya melakukan pembukuan terhadap pemasukan yang berasal dari APBN atau APBD. Sementara, sumbangan ilegal dan yang melebihi aturan tidak pernah dicatat. (baca: Tjahjo Akui Wacana Rp 1 Triliun untuk Parpol Belum Tepat Diterapkan Saat Ini)

Selain itu, ia mengatakan, parpol memiliki kebiasaan mempunyai dua pembukuan. Pembukuan pertama, yakni untuk mencatat pengeluaran anggaran yang bersumber dari APBN atau APBD. Pembukuan kedua, yakni pembukuan yang dikeluarkan untuk internal yang disampaikan saat rapat kerja nasional.

"Terakhir, mayoritas partai tidak melakukan konsolidasi laporan keuangan, dan hasil audit tidak pernah disampaikan secara terbuka dan transparan kepada publik. Anda bisa mengecek sendiri, pernah tidak partai mempublikasi laporan keuangan mereka di website partai mereka?" tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com