Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Denny Indrayana Merasa Jadi Sasaran Kriminalisasi karena Bela KPK

Kompas.com - 04/03/2015, 23:51 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana kini dibidik Polri dengan tudingan melakukan korupsi sistem pembayaran online untuk payment gateway dalam fasilitas pelayanan publik. Denny mengatakan bahwa kasus yang dialamatkan pada dirinya ini adalah bagian kriminalisasi yang dilakukan Polri. Kriminalisasi, menurutnya, terjadi lantaran dia belakangan getol membela Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Ini adalah bagian dari kriminalisasi kepada KPK dan para pendukungnya seperti saya, Yunus Hussein (mantan Kepala PPATK) dan Majalah Tempo. Terindikasi dengan waktunya yang bersamaan dengan advokasi kasus KPK, diproses dengan super cepat, dan dugaan kasus yang berubah-ubah," kata Denny di Jakarta, Rabu (4/3/2015).

Denny mengatakan bahwa kasus ini tidak hanya kriminalisasi biasa. Menurutnya, ini adalah kriminalisasi pada inovasi pelayanan publik antipungli berbasis teknologi, yakni terkait sistem pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dalam pembuatan paspor.

"Ini awalnya manual, diubah menjadi elektronik. Dengan berbasis IT, sistem pembayaran pembuatan paspor lebih cepat, mengurangi antrian, lebih transparan, nihil pungli," ucap Denny.

Mengenai tudingan kerugian negara mencapai Rp 32 miliar, menurut Denny itu adalah uang pembayaran biaya paspor yang sudah disetor ke Kemenkeu oleh Bank BNI yang menjadi bank penampung. (Baca: Denny Indrayana Bantah Tudingan Gede Pasek soal Penyimpangan Rp 32 Miliar)

"Saya dapat laporannya tiap hari dan itu sudah disetor ke Kemenkeu. Jadi tidak ada korupsinya," kata dia.

Sedangkan biaya Rp 5 ribu untuk mengakses sistem tersebut menurutnya, dalam transaksi yang tersambung dengan perbankan adalah hal yang biasa terjadi.

"Itu adalah wajar. Bahkan dalam konteks di Kemenkumhan, biaya demikian tidak  wajib. Artinya, jika pemohon paspor keberatan bisa melakukan pembayaran manual yang gratis (Permenkumham Nomor 18 Tahun 2014). Karena biaya itu atas persetujuan pemohon, tidak wajib, maka tidak dapat dikatakan pungli," tuturnya.

Denny juga menambahkan bahwa berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK dinyatakan bahwa ada perbaikan pelayanan publik, meski juga menemukan beberapa persoalan teknis.

"Yang pasti tidak dikatakan ada kerugian negara, dan tidak ada pula rekomendasi membawa masalah ini ke penegak hukum," ujar Denny.

"Singkatnya, pembayaran PNBP secara elektronik dalam pembuatan paspor, yang merupakan perbaikan pelayanan publik mengurangi antrian tanpa pungli berbasis teknologi ini, seharusnya diakui sebagai inovasi, dan bukan justru dikriminalisasi apalagi dituduh korupsi, khususnya karena kasus ini sebenarnya terkait advokasi Denny Indrayana dalam menyelamatkan lembaga KPK," ucapnya. (Yulis Sulistyawan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com