Namun, pasca reformasi, di mana pemerintah membuka secara lebar pintu masuk bagi pengusaha penerbangan untuk menanamkan modal, dunia penerbangan Indonesia justru mengalami degradasi kualitas.
"Tahun 1999-2000-an menjadi awal liberalisasi penerbangan dan menjadi awal kemajuan penerbangan. Tetapi hasil dari kemajuan penerbangan itu justru menimbulkan apa yang kita sebut sebagai 'the amburadulness' dunia penerbangan," kata Chappy dalam diskusi SmartFM bertajuk 'Ayo Benahi Transportasi Udara' di Jakarta, Sabtu (21/2/2015).
Chappy bercerita, sekitar tahun 1960-an, Presiden Soekarno saat itu memerintahkan Panglima TNI untuk membangun transportasi udara untuk menjangkau wilayah terisolasi. Luasnya wilayah Indonesia yang merupakan negara kepulauan menjadi persoalan utama yang ditangani pemerintah saat itu.
"Merpati Air yang merupakan perusahaan BUMN di bidang penerbangan bertugas untuk menghubungkan wilayah terpencil. Itu merupakan cikal perintah Presiden Soekarno kepada TNI untuk menjaga wilayah NKRI," katanya.
Sementara, di sisi lain, pemerintah juga membangun maskapai Garuda Indonesia sebagai moda transportasi udara yang menjangkau wilayah yang mudah terjangkau. Garuda Indonesia saat itu juga didapuk sebagai ambasador penerbangan dalam negeri.
Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara itu mengatakan, ketika liberalisasi penerbangan terjadi, dunia penerbanagn semakin berkembang. Pertumbuhan maskapai tentu memicu pertumbuhan penumpang pesawat.
Sebab, masing-masing maskapai akan berlomba-lomba memberikan penawaran agar penumpang tertarik. "Orang-orang mulai bikin maskapai, beli pesawat atau sewa pesawat. Membangun usaha penerbangan saat itu menjadi sebuah privilege tersendiri," katanya.
Chappy menambahkan, pertumbuhan penerbangan ini justru tidak didukung dengan peningkatan kualitas penerbangan itu sendiri, mulai dari kelayakan pesawat hingga pelayanan terhadap penumpang. Bahkan, kata dia, dari segi infrastruktur pun dunia penebangan Indonesia semakin parah.
"Infrastruktur kurang, pelayanan kurang. Kita ini selalu senang bekerja tanpa rencana yang akibatnya membuat banyak delay seperti kemarin. Bahkan Bandara Soekarno-Hatta yang kapasitasnya hanya untuk sekitar 22 ribu penumpang per hari, sekarang 60 ribu penumpang per hari. Akibatnya turun dari pesawat saja susah karena pesawat harus antre," ujarnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.