Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/02/2015, 15:00 WIB


Oleh: Aradila Caesar Ifmaini Idris

JAKARTA, KOMPAS - "Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian" adalah penggalan amar putusan praperadilan Budi Gunawan (pemohon). Hakim Sarpin mengabulkan permohonan pemohon dan menyatakan penetapan tersangka yang dilakukan KPK kepada Budi Gunawan sebagai "tidak sah".

Meskipun putusan tersebut tidak begitu mengagetkan, tetap saja putusan yang demikian menjadi pukulan telak terhadap pemberantasan korupsi. Putusan praperadilan memberikan peluang bagi koruptor untuk mengajukan praperadilan atas penetapan tersangka mereka.

Bahkan, dalam skala yang lebih besar, putusan ini menjadi pintu masuk bagi tersangka pidana umum untuk mengajukan praperadilan. Alhasil putusan tersebut berpotensi menjungkirbalikkan pranata sistem hukum acara di Indonesia.

Setidaknya ada dua alasan mengapa putusan ini tak dapat diterima nalar. Pertama, jika berkaca pada kasus praperadilan PT Chevron yang nyaris serupa dengan gugatan Budi Gunawan atas penetapan tersangka, tentu hakim harus menolak gugatan pemohon tersebut. Dalam kasus Chevron, Mahkamah Agung telah memberikan sanksi disiplin kepada hakim praperadilan Suko Harsono karena putusannya di luar dari kewenangannya. Dalam konteks ini, hakim Sarpin seharusnya belajar dari perkara terdahulu bahwa penetapan tersangka bukanlah kewenangan dari lembaga praperadilan.

Kedua, selain KUHAP yang telah mengatur secara limitatif kewenangan praperadilan, banyak akademisi hukum acara pidana yang dengan tegas menjelaskan bahwa penetapan tersangka bukanlah obyek praperadilan. Karena itu, putusan ini sulit diterima oleh logika publik.

Pertimbangan "off-side"

Dalam tataran teori dan praktik, amar putusan tersebut haruslah pula merujuk pada pertimbangan hakim. Sebab, sejatinya tak mungkin muncul putusan tanpa hakim mempertimbangkan dalil-dalil yang diajukan pemohon dan termohon.

Pada putusan yang dibacakan hakim Sarpin, dalam catatan kami setidaknya ada dua pertimbangan hakim yang keliru dan prematur. Pertama, menolak eksepsi termohon atas kewenangan praperadilan memeriksa perkara a quo.

Dalam pertimbangannya, hakim merujuk pada ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa pengadilan dilarang menolak mengadili perkara yang hukumnya tidak ada atau tidak jelas. Hakim Sarpin juga merujuk pada kewenangan hakim melakukan penemuan hukum (rechtvinding) karena penetapan tersangka tak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Perlu dipahami bahwa tidak diaturnya penetapan tersangka dalam KUHAP bukanlah disebabkan kekosongan hukum. Hal ini terjadi karena KUHAP sendiri sudah dengan jelas membatasi secara limitatif obyek praperadilan. Jadi, hal-hal lain yang tak termuat harus dibaca bukan merupakan obyek praperadilan. Karena itu, pertimbangan hakim untuk menggunakan penemuan hukum karena kekosongan hukum menjadi absurd.

Di samping itu, pada prinsipnya hukum acara pidana harus dibaca sebagaimana yang tertulis secara kontekstual. Tidak dibenarkan hakim membuka ruang interpretasi terhadap hukum acara pidana. Prinsip ini menutup peluang hakim untuk melakukan penafsiran hukum terhadap hukum acara. Bahwa dalam sejarahnya, doktrin tentang penemuan hukum tak pernah mengajarkan penemuan hukum dalam hukum acara pidana atau hukum formal.

Kedua, tentang pertimbangan Budi Gunawan tidak masuk kualifikasi penyelenggara negara dan penegak hukum. Bahwa dalam pertimbangannya, hakim Sarpin menilai, Budi Gunawan yang saat itu menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi SDM Polri merupakan jabatan administratif.

Dalam pertimbangannya, hakim Sarpin juga menilai bahwa aparat penegak hukum adalah penyelidik, penyidik, dan penuntut umum. Frasa tersebut secara tidak langsung dapat diartikan bahwa Budi Gunawan bukanlah penegak hukum.

Pertimbangan di atas jelas-jelas mengabaikan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Pasal 5 berbunyi, "Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta menegakkan hukum...."

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com