Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Bentuk-bentuk Teror terhadap Pegawai KPK...

Kompas.com - 13/02/2015, 07:01 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan calon kapolri Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi, sejumlah karyawan komisi antikorupsi tersebut mengaku menerima teror. Teror ini dilakukan oleh orang-orang yang tak dikenal.

Apa saja bentuk-bentuk teror tersebut?

Harian Kompas edisi Kamis (12/2/2015) merinci bentuk-bentuk teror tersebut melalui tulisan yang berjudul "Saat Pegawai Memilih Tak Pulang".

Berikut ini tulisannya:

-----------------

Sudah lewat tengah malam ketika seorang jaksa perempuan di Komisi Pemberantasan Korupsi bertanya kepada tim krisis di kantornya, siapa yang mengantarnya pulang ke rumah. Sementara itu, sebagian pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi lainnya dini hari itu memilih menginap di kantor. Mereka merasa keselamatannya terancam jika pulang ke rumah.

Sore hari sebelumnya ada kejadian yang menjurus pada ancaman fisik terhadap salah seorang keluarga pegawai KPK oleh orang tak dikenal. Awalnya, dia hendak menjemput istrinya yang bekerja sebagai salah seorang pejabat struktural bidang hukum di KPK. Sebelum menjemput istrinya, dia menelepon dari samping gedung KPK. Saat menelepon itulah datang orang tak dikenal menggunakan sepeda motor menghampirinya. Tiba-tiba pengendara sepeda motor ini dengan nada tinggi bertanya mengapa dia memotret menggunakan kamera telepon genggam.

Merasa aneh dengan pertanyaan orang tak dikenal itu, suami pegawai KPK balas mengatakan apa maksud pertanyaannya. Namun, si pengendara motor ini langsung hendak merampas telepon genggamnya. Beruntung suami pegawai KPK ini bisa menghindar dan segera masuk ke gedung KPK. Ketika itulah dia melihat ada pistol yang terselip di pinggang pengendara sepeda motor tersebut.

Teror dan ancaman terhadap pegawai KPK juga langsung datang ke rumah. Rumah sejumlah pegawai KPK didatangi orang tak dikenal. Orang-orang tak dikenal ini langsung menemui anak-anak dan istri para pegawai KPK serta meminta agar suaminya berhenti menjadi pegawai KPK.

Bahkan, yang lebih terang-terangan, salah seorang pejabat struktural KPK di bidang penyidikan tiba-tiba didatangi seseorang dari instansi asalnya yang memiliki pangkat lebih tinggi. Kepada pejabat KPK ini, dia memaksa agar dalam batas waktu tertentu harus segera mengundurkan diri dari KPK. Permintaan itu disertai ancaman bahwa data keluarganya sudah diketahui oleh pihak yang meminta pejabat KPK tersebut mundur.

Merasa keluarganya ikut terancam, akhirnya dia mengajukan pengunduran diri. Meski sudah mengajukan proses pengunduran diri, dia terus didesak segera mundur. Orang yang memintanya mundur ini tak peduli bahwa ada prosedur yang harus dilalui jika seorang pejabat struktural mundur dari KPK.

Khawatir ancaman terhadap keluarganya menjadi nyata, akhirnya istri, anak, dan menantunya pun ikut diungsikan ke tempat yang aman dan dengan alamat yang tak diketahui oleh si pengancam.

Sejak KPK menetapkan calon kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komisaris Jenderal Budi Gunawan, sebagai tersangka kasus korupsi, ketegangan terjadi setiap hari. Terlebih setelah Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto ditangkap polisi dan dijadikan tersangka terkait kasus memerintahkan kesaksian palsu di pengadilan, pimpinan KPK lain pun ikut dilaporkan ke polisi. Dalam proses itulah sejumlah pegawai struktural KPK ikut dipanggil polisi.

Saat ketegangan semakin meningkat dan makin susah dikendalikan, KPK pun membentuk tim krisis. Tim krisis ini pula yang coba memberikan bantuan kepada para pegawai yang mendapatkan teror, antara lain dengan menyiapkan tim pengawalan bagi pegawai KPK yang harus pulang malam atau dini hari.

Pembunuhan

KPK merasa teror dan intimidasi terhadap para pegawai dan keluarga mereka sejak penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka makin mengkhawatirkan. Bentuk teror bahkan sampai berupa ancaman pembunuhan.

”Sebagai pimpinan KPK, kami ingin mengonfirmasi, benar telah terjadi dan ada ancaman yang sangat serius terhadap penyidik kami, terhadap struktural kami, dan staf kami. Ancaman ini sungguh-sungguh sangat serius,” ujar Bambang.

Tim independen yang dibentuk oleh Presiden Joko Widodo untuk memberikan masukan terkait kekisruhan KPK dengan Polri pasca-penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka, kemarin, datang ke KPK untuk mendengarkan langsung keluhan para pegawai KPK yang mendapatkan teror dan intimidasi.

Bagi para pegawai KPK, jika teror dan ancaman itu langsung ditujukan kepada mereka, hal tersebut tak terlalu berarti karena bagian dari risiko pekerjaan selama ini. Namun, ketika teror itu juga mulai merembet ke anggota keluarga, istri, dan anak-anak, mereka menjadi tidak nyaman.

”Rupanya ada perasaan dari staf KPK yang tidak nyaman dengan situasi sekarang ini, termasuk ada yang merasa diteror, diancam, diintimidasi sehingga kegalauan staf ini menjadi concern. Nah, sebagian staf tadi curhat juga,” kata Jimly Asshiddiqie dari tim independen.

Kini, semua bergantung kepada Presiden Joko Widodo. Kecepatan, ketegasan, dan keberanian Presiden dalam mengatasi masalah ini dan menyelamatkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia pada umumnya ditunggu tidak hanya oleh para pegawai KPK, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia. Sejarah akan mencatat langkah Presiden dalam menangani kasus ini.
(KHAERUDIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Nasional
Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal 'Amicus Curiae' Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal "Amicus Curiae" Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Nasional
Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Nasional
Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Nasional
Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Nasional
Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Nasional
Cara Urus Surat Pindah Domisili

Cara Urus Surat Pindah Domisili

Nasional
Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi 'Amicus Curiae' di MK

TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi "Amicus Curiae" di MK

Nasional
Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Nasional
Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Nasional
PAN Minta 'Amicus Curiae' Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

PAN Minta "Amicus Curiae" Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

Nasional
KPK Ultimatum.Pengusaha Sirajudin Machmud Hadiri Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

KPK Ultimatum.Pengusaha Sirajudin Machmud Hadiri Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
KSAU Pimpin Sertijab 8 Pejabat Utama TNI AU, Kolonel Ardi Syahri Jadi Kadispenau

KSAU Pimpin Sertijab 8 Pejabat Utama TNI AU, Kolonel Ardi Syahri Jadi Kadispenau

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com