Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jurnalis Allan Nairn Sarankan Indonesia Minta Dokumen ke AS untuk Selesaikan Pelanggaran HAM

Kompas.com - 31/01/2015, 00:03 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jurnalis investigasi asal Amerika Serikat, Allan Nairn, mendesak pemerintah Indonesia untuk mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di masa lalu. Nairn mengatakan, salah satu cara mengungkap kasus-kasus tersebut adalah dengan meminta dokumen-dokumen rahasia yang dimiliki agen intelijen AS.

"Pemerintah Indonesia juga kalau mau bisa kirimkan surat secara resmi ke Amerika Serikat. Misalnya untuk meminta dokumen-dokumen kasus yang pernah terjadi sebelumnya," ujar Nairn, saat ditemui di Kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (30/1/2015).

Nairn mengatakan, Badan Intelijen Negara (BIN), memiliki hubungan kerja dengan agen intelijen AS, seperti CIA. Menurut Nairn, pemerintah Indonesia bisa saling berkolaborasi untuk mendapatkan berbagai informasi mengenai kasus pelanggaran HAM.

Selain itu, sebut Nairn, TNI dan Polri juga bisa berkontribusi untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang belum pernah diselidiki, apalagi untuk naik ke pengadilan. Nairn mengatakan, saat ini adalah waktu yang tepat bagi Presiden Joko Widodo untuk membayar janjinya untuk selesaikan kasus HAM berat masa lalu.

Beberapa kasus yang dinilai masih menjadi beban pemerintah hingga saat ini menurut Nairn yaitu, kasus Talangsari, kasus 1965, kasus Trisakti, kasus Aceh, kasus Tanjung Priok, dan kasus pembunuhan massal di beberapa daerah di Indonesia. Nairn mengatakan, pemerintah ikut bertanggung jawab atas kasus-kasus tersebut

"Menurut saya, ini semacam ujian buat Jokowi. Kalau dia ikhlas, dia bisa lakukan semua itu," kata Nairn.

Allan Nairn adalah seorang jurnalis investigasi yang telah banyak meliput kasus-kasus pelanggaran HAM di berbagai belahan dunia, seperti di Guatemela, Haiti, dan Timor Leste. Ia pernah dianggap sebagai ancaman bagi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soeharto atas laporan-laporannya. Namanya muncul pertama kali saat mengungkap wawancara off the record dengan Prabowo Subianto yang merupakan calon presiden saat Pilpres 2014 berlangsung. (Baca: Ini Alasan Jurnalis AS Allan Nairn Ungkap Wawancara "Off The Record" dengan Prabowo)

Pada bulan Juni dan Juli 2001, Allan menginvestigasi kasus pembunuhan warga sipil yang dilakukan oleh militer Indonesia. Investigasinya itu kemudian mempertemukan Nairn dengan mantan Danjen Kopassus Prabowo Subianto, yang sudah diberhentikan dari dunia kemiliteran.

Dalam wawancara itu, Nairn mengaku Prabowo tidak mau menjelaskan secara spesifik kasus per kasus pembunuhan yang terjadi pada zaman Orde Baru. Namun, ia justru bercerita panjang lebar kepada Nairn tentang pemikirannya akan fasisme dan dunia militer.

Meski begitu, Allan Nairn mengaku tidak hanya akan mengungkap cerita soal Prabowo, tapi juga mantan Panglima TNI Wiranto dan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Hendropriyono. Kedua jenderal itu dianggap Nairn juga memiliki rekam jejak yang buruk dalam pembunuhan terhadap warga sipil. (Baca: Setelah Prabowo, Allan Nairn Akan Bidik Kejahatan Wiranto dan Hendropriyono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Dari 54 Anggota Komisi III, 21 Gagal Bertempur Pak, Tumbang!'

"Dari 54 Anggota Komisi III, 21 Gagal Bertempur Pak, Tumbang!"

Nasional
Pengacara: Buku Hasto yang Disita KPK Berisi Catatan Strategi Pemenangan Pilkada Serentak PDI-P

Pengacara: Buku Hasto yang Disita KPK Berisi Catatan Strategi Pemenangan Pilkada Serentak PDI-P

Nasional
BPIP Minta Tambahan Anggaran Rp 100 Miliar, Rp 45 Miliar untuk Influencer

BPIP Minta Tambahan Anggaran Rp 100 Miliar, Rp 45 Miliar untuk Influencer

Nasional
Kompolnas Minta Polwan yang Bakar Suaminya Diperiksa Kejiwaannya

Kompolnas Minta Polwan yang Bakar Suaminya Diperiksa Kejiwaannya

Nasional
Ketua KPK Bantah Pemeriksaan Hasto PDI-P Politis: Yang Kami Perintahkan Tangkap Harun Masiku

Ketua KPK Bantah Pemeriksaan Hasto PDI-P Politis: Yang Kami Perintahkan Tangkap Harun Masiku

Nasional
BP Tapera Bantah Iuran Peserta Bakal Dipakai untuk Pembangunan IKN

BP Tapera Bantah Iuran Peserta Bakal Dipakai untuk Pembangunan IKN

Nasional
Soal Tapera, YLKI: Tuntutan Masyarakat Dibatalkan

Soal Tapera, YLKI: Tuntutan Masyarakat Dibatalkan

Nasional
Anggota Komisi III DPR Apresiasi KPK Hanya Minta Tambah Anggaran Rp 117 M

Anggota Komisi III DPR Apresiasi KPK Hanya Minta Tambah Anggaran Rp 117 M

Nasional
KPU Klaim PSU di 20 Wilayah Tak Ganggu Persiapan Pilkada 2024

KPU Klaim PSU di 20 Wilayah Tak Ganggu Persiapan Pilkada 2024

Nasional
Kompolnas Minta Kejiwaan Polwan yang Bakar Suami Diperiksa, Diduga Alami Depresi Usai Melahirkan

Kompolnas Minta Kejiwaan Polwan yang Bakar Suami Diperiksa, Diduga Alami Depresi Usai Melahirkan

Nasional
YLKI: Prinsip Gotong Royong Tapera Tak Bisa Disamakan dengan BPJS Kesehatan

YLKI: Prinsip Gotong Royong Tapera Tak Bisa Disamakan dengan BPJS Kesehatan

Nasional
Sidang Vonis Achsanul Qosasi Digelar 20 Juni

Sidang Vonis Achsanul Qosasi Digelar 20 Juni

Nasional
Penyidik Sita Ponsel Hasto PDI-P, Ketua KPK: Upaya Cari Harun Masiku

Penyidik Sita Ponsel Hasto PDI-P, Ketua KPK: Upaya Cari Harun Masiku

Nasional
PPATK Klaim Telah Selamatkan Uang Negara Rp 3,45 T Sepanjang 2023

PPATK Klaim Telah Selamatkan Uang Negara Rp 3,45 T Sepanjang 2023

Nasional
DKPP Sanksi Bawaslu karena Tak Tindaklanjuti Naiknya Suara Prabowo-Gibran di Sirekap

DKPP Sanksi Bawaslu karena Tak Tindaklanjuti Naiknya Suara Prabowo-Gibran di Sirekap

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com