Gerry menilai, langkah Jonan yang terburu-buru itu antara lain pembekuan izin terbang AirAsia pada hari Minggu rute Surabaya-Singapura. Kedua, melarang sejumlah rute penerbangan di Bandara Juanda tanpa alasan yang detail. Ketiga, kata dia, memutasi sejumlah pejabat terkait dengan pemberian izin terbang.
"Ini kan awalnya kesalahan di pengawasan. Ke mana saja pemerintah selama ini? Harusnya pemerintah menangkap itu sejak awal," ujar Gerry kepada Kompas.com, Jumat (9/1/2015).
"Kalau misalnya kegagalannya ada di sektor pengawasan, apa wajar rute suatu maskapai itu dibekukan? Ini kesannya Jonan seperti kebakaran jenggot. Karena ada kecelakaan, ingin terlihat buru-buru memperbaiki," lanjut Gerry.
Gerry berpendapat, seharusnya pemerintah tidak perlu membekukan izin rute penerbangan AirAsia. Sebab, menurut dia, hal itu tidak adil. Sementara satu rute AirAsia dibekukan, rute maskapai penerbangan lain yang juga tidak berizin hanya dilarang untuk terbang.
"Seharusnya bahasanya sama dong, dibekukan juga. Kenapa yang satu dibekukan, lalu yang lainnya hanya disebut dilarang terbang tanpa penjelasan yang detail," ujar dia.
Gerry juga mengkritik langkah Jonan memutasi sejumlah pejabat terkait pemberian izin terbang. Pertanyaannya, kata dia, apakah mereka sudah diberikan kesempatan untuk membela diri soal izin terbang tersebut? Menurut Gerry, langkah itu menunjukkan seakan-akan kesalahan ditumpahkan kepada jajaran di bawahnya.
"Ini kebakaran jenggot yang kedua, atau itu jangan-jangan upaya pembersihan? Kalau memang itu, harusnya melalui prosedur yang jelas dan terbuka sehingga publik tahu, dia itu benar-benar salah," ujar Gerry.
Lebih jauh, Gerry berharap, kecelakaan AirAsia benar-benar dijadikan momentum perbaikan manajemen transportasi udara di Indonesia.
Kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501, Minggu (28/12/2014), dinilai membuka kebobrokan manajemen penerbangan di Indonesia. Informasi yang didapatkan Kompas.com, AirAsia mulai terbang pada hari Minggu sejak akhir bulan Oktober 2014. Otoritas bandara dan Air Navigation mengetahui aktivitas itu, tetapi tak ada penindakan atas hal tersebut.
Polri pun menelusuri dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dari sejumlah pihak terkait.